Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fahri Hamzah dan Politik Tahu Diri

17 Agustus 2019   20:20 Diperbarui: 17 Agustus 2019   20:24 2275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fahri Hamzah, begitulah sosok politisi beken yang selalu memberi antitesa terhadap kebijakan eksekutif. Pria kelahiran Kecamatan Utan, Sumbawa Besar 48 tahun silam ini selalu mewarnai alam pikir sebagian generasi milenial bangsa. 

Lontaran kalimat dalam setiap diskusi selalu menarik dibahas apalagi isu pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga komitmennya memberantas korupsi dalam jangka waktu setahun.

Dengan nada bicaranya yang begitu lantang dan didasari penuh keyakinan, Fahri Hamzah dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua DPR RI bidang Kesejahteraan Masyarakat secara tegas mengkritik upaya-upaya dalam pemberantasan korupsi yang selama ini penanganannya kian tidak bermain pada ranah sistem hukum yang jelas melainkan sebagai upaya festivalisasi dan mencari popularitas.

Melihat kepiwaiannya berbicara lantang, tentu hal itu didasari pada fakta dan data yang jelas, tetapi apabila menilik pada sosok seorang Fahri Hamzah maka sebenarnya ada dua hal yang perlu untuk dikaji yaitu kepemimpinan yang didasari pada keteladanan kemudian kepemimpinan yang "tahu diri". 

Kedua hal tersebut adalah keunikan karena pada satu sisi seorang Anggota DPR RI sangat jarang ada yang bisa dijadikan teladan karena sungguh pada faktanya, kita banyak melihat sejumlah anggota legislatif yang tertangkap karena bermain pada ranah gelap dengan mencuri uang rakyat.

Dua hal diatas tidak serta merta diungkapkan dengan dasar yang tidak jelas melainkan pada analisa dan fakta. Bila diuraikan dengan jelas maka pertama sisi keteladanan bisa kita lihat dari upaya yang dilakukan oleh Fahri Hamzah melalui lembaga legislatif dengan mendorong percepatan perbaikan kebijakan pemerintah salah satunya dibidang hukum seperti penguatan kelembagaan yang menangani riswah (KPK) di Indonesia dengan catatan untuk bekerja lebih ekstra dalam pemberantasan korupsi pada level atas.

Upaya tersebut tentu di latarbelakangi pada keinginan dan harapan agar kedepan masyarakat di Indonesia bisa melalui fase-fase dari mental masyarakat korup menuju pada mental masyarakat yang jujur dan penuh dengan integritas. 

Kemudian kedua adalah kepemimpinan yang tahu diri. Budaya tahu diri bagi pemimpin saat ini belum menjadi corong perubahan. Aplikasi kepemimpinan tahu diri masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Seorang pemimpin dia harus mengerti dan tahu diri akan kerjanya, tahu diri akan tugasnya dan tahu diri akan upaya yang bisa dia lakukan untuk membangun negerinya bukan sekedar mencari uang lewat upaya lobi dan mencari dana lebih lewat proyek dengan memanfaatkan jabatan dan koneksi yang bisa berujung pada upaya memperkaya diri sendiri dan koorporasi.

Dalam kehidupan nyata, kita masih bisa melihat fakta dan mengambil pelajaran berharga dari sosok seorang pemimpin yang tahu diri seperti presiden Afrika Selatan Nelson Mandela yang mengundurkan diri dan tidak ingin memperpanjang masa jabatannya hanya karena ingin mengembangkan nilai-nilai demokrasi di Afrika Selatan.

Ada juga Presiden Fhilipina Chory Aquino yang menjabat sebagai presiden dengan satu periode. bahkan Aquino memasukkan jabatan satu periode Presiden dalam konstitusi negaranya, hal itu berarti bahwa dirinya tidak ingin memperpanjang kekuasaan agar dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain yang ingin berkompetisi dalam mengejar kekuasaan pemerintahan.

Sebenarnya bukan hanya pemimpin diatas yang tahu diri, sosok Fahri Hamzah pun demikian, hal itu tergambar dalam kerjanya yang mendorong semangat perubahan sistem ketatanegaraan dalam hal pemberantasan korupsi. 

Selain upaya kerjanya yang begitu berat di legislatif, Fahri Hamzah juga menunjukkan jati diri dan keteladanannya dalam hal pemberantasan korupsi karena sampai saat ini dirinya belum tersentuh oleh tuduhan korupsi meskipun beberapa kalangan mengaitkan persoalan korupsi dengan dirinya.

Sosok pemimpin inilah yang patut dijadikan evaluasi bagi anggota legislatif lain dalam bertindak karena pada dasarnya kepemimpinan tidak hanya memiliki makna bagaimana seseorang mampu mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan akan tetapi dalam pelaksanaannya, kepemimpinan pada intinya juga berkaitan dengan keteladanan untuk menjadi manusia yang tahu diri.

Menjadi teladan bagi sesama memang membutuhkan proses dan tidak sembarang orang bisa melakukannya, karena kita juga mengetahui bahwa memperjuangkan kebenaran sangat berat dan meniti jalan yang berkelok. 

Kita ketahui bahwa saat ini kepemimpinan sering berubah arah manakala kekuasaan telah menggerogoti makna kepemimpinan itu sendiri sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam pencapaian kerja yang maksimal.

Kepemimpinan yang sejatinya merupakan pengorbanan dan pengabdian dari sebuah pilihan yang formal berubah arah menjadi tempat menabur kedzaliman dengan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pada dasarnya kontribusi tidak hanya dilakukan dengan materi tetapi sumbangan pemikiran juga bagian dari kontribusi. Sering dalam kehidupan bermasyarakat kita cenderung melihat kontribusi itu diartikan dengan memberikan bantuan peralatan, membangun tempat-tempat ibadah, sekolah dan perguruan tinggi. 

Paradigma tersebut haruslah diubah, karena pada hakikatnya bagian dari kontribusi juga dilakukan dengan upaya perubahan regulasi dalam tatanan kehidupan bernegara, pengaturan sistem yang sentralistik ke desentralistik serta keteladanan dalam bersikap.

Ini sebenarnya yang ada dan dilakukan oleh Fahri Hamzah. Beliau bekerja berdasarkan tugas dan fungsinya di legislatif yaitu merumuskan aturan berupa Undang- Undang, menyusun anggaran serta melakukan fungsi pengawasan terhadap kerja eksekutif. Kadang banyak kita temukan anggota legislatif yang cenderung memiliki kreativitas dengan bermain pada 3 fungsi legislatif tersebut. 

Mereka membangun relasi untuk melakukan upaya lobi bagi kepentingan pribadi dan kelompok, mereka juga berkolusi dalam menyusun anggaran sehingga nantinya ada pembagian anggaran dibelakang setelah menyetujui berbagai program yang dilakukan misalnya dalam hal proyek pembangunan dan pengadaan barang dan jasa.

Hal itu terkesan negatif sekaligus memalukan, namun kita tetap berfikir positif karena kebiasaan tersebut dapat kita ubah dengan membangun pondasi dasar yang kuat yaitu keteladanan dengan tetap berupaya mengembangkan budaya bercermin terhadap diri sendiri utamanya pemimpin. 

Bercermin memang memiliki makna jamak, secara fisik bercermin membuat seseorang mengetahui dirinya sendiri namun secara maknawi bercermin bukan hanya mengetahui dirinya sendiri namun lebih pada makna mendasar untuk mengetahui dirinya sendiri secara utuh. (Badrul Munir, Perubahan dan Status Quo Hal 76).

Sifat tahu diri sebenarnya memiliki makna mendalam yaitu mengetahui diri sendiri meliputi sikap, sifat dan kebiasaan dalam menjalankan kehidupannya. Inilah sekiranya yang sulit dijalankan oleh para anggota legislatif dalam melaksananakan nilai-nilai kepemimpinan untuk menjadi orang yang tahu diri.

Kepemimpinan yang arif, adil dan bijaksana merupakan nilai luhur dari budaya Tahu Diri yang senantiasa tertanam kuat dalam akar-akar budaya berdasarkan prinsip-prinsip dasar kehidupan tertentu yang dipraktikkan, dapat diamati dan dirasakan. 

Proses kebudayaan bukanlah suatu proses alamiah, tetapi proses bentukan yang disadari atau tidak disadari, disengaja maupun tidak disengaja, dimaksudkan atau tidak dimaksudkan untuk terjadi, atau dapat berlangsung sebagai buah jangka panjang dari proses kebijakan sebuah pemerintahan, lembaga atau masyarakat.

Filosofi Tahu Diri  yang merupakan cerminan dalam melakukan segala sesuatu seharusnya dilaksanakan oleh para pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya secara utuh. Hal itu tidak hanya akan mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam bertindak melainkan menjadi dasar sebelum bertindak. 

Karakteristik kepemimpinan yang selalu bercermin terhadap tindakan yang dilakukannya dan selalu mengevaluasi apa yang dilaksanakannya merupakan salah satu cirri pemimpin yang tahu diri. Hakikat dari kepemimpinan yang tahu diri adalah pemimpin yang amanat dan memiliki moral serta identitas diri sebagai orang yang mengemban amanat.

Bila mengamati dari berbagai pernyataan dan kerja selama menjadi anggota legislatif, pantas jika kita mengaitkan antara sosok kepemimpinan Fahri Hamzah dengan aplikasi budaya tahu diri. namun pada intinya apa yang dilakukan oleh Fahri Hamzah setidaknya mampu mengubah tatanan dan pola pikir kalangan intelektual dalam mengaplikasikan nilai kepemimpinannya. 

Tapi bagaimana dengan kalangan bawah yang senantiasa melihat kerja dengan gambaran materi ?, tentu hal ini sedikit demi sedikit pasti akan terkikis, perubahan pola pikir tidak membutuhkan waktu yang mudah dan dalam tempo yang singkat melainkan membutuhkan perjuangan dan doa serta sikap yang istiqomah dalam melaksanakannya.

Pada intinya Fahri Hamzah telah mengawalinya dengan menjadi dirinya sendiri dengan tetap istiqomah menjadi pemimpin yang tahu diri serta kontribusi pemikirannya yang tidak hanya bermanfaat bagi sebagian orang tetapi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai manusia biasa pada akhirnya Fahri Hamzah juga tidak terlepas dari salah dan dosa, tapi gambaran atas kerja dan kinerjanya telah menghadirkan semangat bagi kita semua untuk tetap berjuang pada jalan dan cara yang benar. 

Tentu kita semua berharap agar aplikasi budaya tahu diri dan kepemimpinan yang mampu diteladani akan tetap ada dan terus dilakukan oleh Fahri Hamzah. Harapannya dengan prilaku tersebut Fahri Hamzah dapat meneteskan nilai-nilai itu kepada generasi selanjutnya serta mampu menggugah para pemimpin-pemimpin kedepan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut dengan tujuan terciptanya pemimpin yang mampu bercermin atas sikap dan prilakunya serta mampu menjadi teladan bagi diri dan sesama.

Diunggah dari Twitter @fahrihamzah
Diunggah dari Twitter @fahrihamzah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun