Apakah ada pola distribusi anggaran yang tidak merata pada sistem belanja kepegawaian kita?. Namun fakta itu bisa menjelaskan bahwa naiknya belanja pegawai tanpa disertai dengan bertambahnya jumlah tenaga kepegawaian patut menjadi kajian tersendiri.
Apakah alokasi itu masuk ke dalam porsi para tenaga honorer yang statusnya masih dianggap sebagai pelengkap dalam kerja-kerja layanan pemerintahan?
Pengelolaan kepegawaian tanpa memperhatikan jumlah, dapat berpotensi menimbulkan adanya disparitas antara rasio penduduk dengan rasio kepegawaian yang semakin menjauh. Â Â
Saat ini, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di pusat dan daerah masih bingung mana yang harus didahulukan antara penguatan kualitas atau menambah jumlah ASN/P3K ketika menjalankan birokrasi dan pelayanan publik.Â
JIka berpandangan jumlah perlu didahulukan karena masih banyak posisi-posisi kosong yang belum diisi oleh pegawai dan harus diisi untuk mendukung kerja birokrasi dan layanan publik. Â Sedangkan, mereka yang berpandangan bahwa kualitas perlu didahulukan karena menganggap bahwa porsi ASN yang terlalu besar dalam birokrasi dianggap inefisien dari segi jumlah maupun anggaran.Â
Padahal kondisi inilah yang kemudian menjadi sumber masalah yang semakin membingungkan, seperti kasus masih adanya tenaga honorer yang semestinya diangkat pada 2015 silam, tapi nyatanya mereka masih berstatus tenaga honorer dan masih menanti harapan diangkat oleh pemerintah setelah sekian lama berharap dan mengabdi di pemerintahan.
Momentum Pemerintah dan Nasib Pegawai Honorer
Kini para tenaga honorer dihadapkan pada masalah baru. Meskipun sejatinya mereka telah menyadari segala konsekuensi sebagai tenaga honorer, namun dengan pengabdiannya yang besar layaknya pegawai biasa, mereka tetap berharap banyak pada "kebaikan hati " pemerintah.
Dan dengan diterbitkannya Surat Menpan RB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka PPK di masing-masing instansi pusat maupun daerah harus segera berbenah atau dibenahi.
Pertama; Melakukan pemetaan bagi pegawai non ASN yang mana bagi yang memenuhi syarat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi ASN/PPPK; Kedua; Menghapuskan jenis kepegawaian selain ASN dan PPPK dan tidak diperkenankan melakukan perekrutan non-ASN (dibatasi s.d tahun 2023); Ketiga; Opsi outsourcing  bagi jenis tenaga pendukung lain; Keempat; Menyusun langkah strategis penyelesaian kepegawaian non-ASN yang tidak memenuhi syarat; Kelima; Konsekuensi sanksi bagi PPK yang tidak mengindahkan aturan tersebut.
Tentu saja terbitnya surat Menpan itu tidak saja menjadi semacam ultimatum, tapi juga "ancaman" bagi harapan mereka selama ini yang berharap pemerintah akan mengakomodir nasibnya menjadi lebih jelas.
Meskipun opsi seperti PPPK Paruh waktu kini diterbitkan, namun tetap saja menjadi sinyal akan hilangnya harapan menjadi ASN seperti sebelumnya. Opsi tambahan penghasilan itu menjadi semacam cara pemerintah yang dianggap cara melepas status mereka yang selama ini bergantung di pemerintahan daerah, agar menjadi tanggung jawab masing-masing.