Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Menunggu Godot" Dalam Sengkarut Kebijakan Tenaga Honorer

18 Juli 2023   17:52 Diperbarui: 21 Juli 2023   12:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak guru-guru pengisi kekosongan dunia pendidikan kita menunggu kepastian nasibnya sumber gambar dari VOI

Di sekolahnya Hendra adalah seorang teknisi sekaligus programmer di laboratorium sekolah. Jika tak ada dia sekolah akan kelimpungan mencarinya, apalagi jika urusan internet ngadat dan data sekolah harus diinput segera karena Dinas mendesak secepatnya. Tapi, ia hanya seorang tenaga honorer.

Meskipun jasanya dianggap selangit bagi sekolah, ia tetap harus berjuang untuk menghidupi keluarganya. Ia juga bekerja menjadi driver online sepulang sekolah atau dikala malam hingga pukul 22.00 malam, dan itu dilakoni selama bertahun-tahun hingga saat ini.

Tak sedikit tenaga honorer seperti Hendra ada di antara kita. Mereka adalah sosok yang dibutuhkan, namun belum mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang memadai dari Pemerintah, tentu saja banyak faktornya mengapa ia belum diangkat sebagai ASN.

Padahal jika tenaga honorer guru nantinya berkurang, maka bisa menjadi bom waktu ancaman bagi negara kekurangan tenaga pengajar. Apakah mungkin Pemerintah mengejar kekurangan tersebut?.

Pemerintah juga terbatas setiap tahunnya untuk membuka alokasi penerimaan ASN baru, karena semuanya tergantung pada alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersedia.

Sementara di daerah, Pemerintah daerah juga tak mengalokasikan secara khusus dana untuk para tenaga honorer. Jika mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah punya alokasi tertentu untuk pengeluaran operasional sekolah. Jadi tak bisa berharap dari sana.

Satu-satunya jalan adalah menggunakan dana taktis atau dana swadaya yang diperoleh sekolah dari jalur tertentu, bisa berasal dari sisihan sukarela atau dana dari pengelolaan usaha yang dimiliki sekolah. Semua tak ada ukuran dan aturan tertentu.

Sehingga penghasilan yang diterimanya juga berbeda-beda setiap tenaga honorer. 

Fakta temuan dari Kementerian masih terdapat Kejanggalan data yang menjadi sumber kegundahan dan kecurigaan karena masih adanya 360.950 tenaga honorer yang belum diangkat menjadi ASN padahal masa kerjanya sudah 11-15 tahun. Dan sudah dianggap kadaluarsa karena semestinya mereka sudah diangkat sejak 2015 lalu (kategori TH 2).

Jumlah besaran tenaga honorer "silumen" yang diragukan BKN, totalnya ada 580.004 tenaga honorer dengan rincian masa kerja 11-15 tahun sebanyak 360.950 dan masa kerja 15 tahun sebanyak 219.054. Dan rentang usianya terbesar ada di rentang usia 51-60 tahun.

Lebih aneh lagi, selain masa jabatan, ternyata ada temuan 5.943 tenaga honorer dengan gaji lebih dari Rp 10 juta per bulan. Sedangkan sebanyak 261.023 orang lainnya justru tidak mendapatkan gaji resmi sama sekali.

Dengan kesemrawutan itu maka pengelolaan kepegawaian oleh Pemerintah terhadap tenaga honorer masih menyisakan problematika yang sistemik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun