Ketika kelas bawah tak mampu menjangkau universitas, Oxonians justru menawarkan gagasan menjadikan warung kopi sebagai "universitas alternatif".
Dan nama penny menjadi nama spin-off dari universitas warung kopi itu. Meski tak terbentuk secara alami dan tidak sistematis, namun menawarkan akses keilmuan bagi mereka yang tak beruntung secara keuangan.
Penny University dan IndiHome
Tentu saja akan menjadi sebuah gagasan menarik jika IndiHome bisa berperan memanfaatkan peluang kelahiran ruang pendidikan informal bagi kelas-kelas termarginalkan.
Pemanfaatan jaringan menjadi salah satu syarat yang saat ini nyaris bisa dipenuhi siapa saja, seperti kebutuhan memiliki gadget yang tak lagi tergantung kelas dan strata. Siapapun yang membutuhkan alat komunikasi, meyakini gadget atau sebangsanya sebuah kebutuhan yang tak bisa ditawar.
Ini menjadi peluang makin mudah bagi mekarnya gagasan Penny University bisa diakomodir. IndiHome bisa memainkan jaringannya menggaet para vounter sukarela untuk berbagi wawasan.
Gagasan ini akan menjembatani, kebuntuan ruang komersial seperti warung kopi menjadi ruang yang bisa menawarkan edukasi yang merakyat.
Pertama, membuka ruang bagi siapapun yang memiliki komitmen untuk berbagi ilmu menjadi volunter bagi orang lain yang membutuhkan dengan memanfaatkan warung kopi.
Simbiosis mutualis ini juga dapat memberi benefit baru bagi pemilik warung kopi, karena sekedar membayar penny (ribuan rupiah saja) bisa memperoleh ilmu baru.
Kedua, mendekatkan jarak relasi antara kelompok akademisi dengan audiens yang membutuhkan tranformasi ilmu. Menghilangkan alergi terhadap expert.
Ketiga; memberi ruang yang tidak eklusif ketika membicarakan isu intelektual. Karena membicarakan isu itu semestinya bukan hal yang tabu.