Lihat lagi senyumnya, menurutmu apa artinya. Apa ia bukan anak negeri ini?. Atau kita yang tak pernah tahu mereka ada. Tapi jauh direlung paling dalam belantara, ada guru-guru berhati terbuat dari baja. Mereka kuat menghadapi segala.
Angin, badai, petir, sungai, hujan, lumpur sahabat baik mereka. Mereka ada untuk anak-anak negeri ini yang kita pikir tak pernah ada.
Kakinya telah jauh melampui batas inginnya. Ia hanya punya bekal hati seputih kapas. Karena mereka ingin punya sekolah, mereka ingin tahu seluas apa negerinya. Mereka tinggal di petak-petak rumah jerami, tapi mereka ingin tahu tanah airnya sendiri. Hati putih itulah suluh cahayanya.
Bisakah kita tahu apa arti senyum mereka, di balik kertas-kertas kusam, pinsil tumpul yang diserut belati. Mereka masih punya asa karena mereka tahu masih punya negeri ini.
Mereka pernah bertanya, seluas apa langit negeri ini, seluas apa laut kita, seluas apa mimpi yang pernah kita punya. Bisakah suatu ketika aku melihatnya?.
Air mata guru-guru itu bukan jawaban atas rindu-rindu tanya mereka, tapi hari-hari menelusuri ngarai, hutan, jurang yang belum hendak berhenti itu jawabnya. Mereka harus tahu bagaimana negeri mereka. Tak hanya ada di awan gelap tanya mereka.
Langkah kaki ini sedang membawa mereka. Menuju sisi-sisi negeri yang selalu mereka tanya. Anak-anak bertelanjang dada itu anak negeri ini. anak-anak bertelanjang kaki juga sama. Sumpit, panah, tombak mainan mereka bukan berarti mereka tak punya rasa. Mereka anak-anak negeri ini yang selalu bertanya. Apa mereka diluar sana tahu, kita ada?.