Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perempuan, Buta Huruf dan Tantangan Dapur, Sumur, Kasur

4 Februari 2023   12:34 Diperbarui: 6 Februari 2023   21:30 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut laporan yang dirilis OECD Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development) ternyata ada sekitar 14 persen populasi dunia mengalami buta huruf pada tahun 2016. 

Ketika menelusuri banyak bacaan tentang buta huruf atau buta aksara, ternyata ada dua fakta menarik. Pertama, Faktor kesehatan sebagai salah satu penyebab buta huruf,  dan Kedua, Kasus buta huruf dominan terjadi pada perempuan.

sumber foto-go riau
sumber foto-go riau

Ternyata beban para perempuan sebagai penguasa domestik, menjadi sebab mereka tak memiliki kesempatan untuk belajar. Dalam jangka panjang, masalah ini berdampak pada masalah sosial ekonomi. Termasuk rendahnya kesehatan dan gizi ibu-anak,  dan kesehatan keluarga secara umum.

Pada umumnya para perempuan terutama di desa memang dominan bekerja sebagai ibu rumah tangga, mengurus rumah atau masalah domestik. 

Sementara para laki-laki lebih banyak bekerja di luar rumah, dan hampir otomatis tanggung jawab mengelola rumah seolah menjadi kewenangan para ibu.

Mereka tak hanya mengurus makanan, kebersihan, kesehatan anak, hampir semua hal jadi tanggungjawabnya. Bahkan realitasnya para perempuan juga menjadi pencari nafkah keluarga. 

Sehingga menjadi sesuatu yang wajar, jika tersitanya seluruh waktu bisa menyebabkan mereka tak memiliki kesempatan untuk memberdayakan diri sendiri. Bahkan untuk sekedar belajar membaca dan menulis.

sumber foto-kompas,id
sumber foto-kompas,id

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menargetkan untuk segera menuntaskan buta aksara. Setidaknya pada tahun 2023 sudah tidak ada lagi wilayah di Indonesia yang tingkat buta aksaranya tinggi. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat buta huruf di Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 1,93 persen. Artinya, sudah ada 98,07 persen penduduk yang sudah tidak buta huruf.

Sejumlah faktor penyebab mengapa tingkat buta huruf perempuan lebih tinggi, salah satunya karena masih terbatasnya akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan di sejumlah daerah. 

Untuk saat ini, setidaknya ada empat langkah kebijakan untuk mengentaskan buta huruf, melalui; pemutakhiran data buta aksara, fokus ke daerah yang buta aksaranya tinggi, meningkatkan jaringan pemberantasan buta aksara, dan melakukan inovasi pada pendidikan untuk buta aksara.

sumber foto-baktinews
sumber foto-baktinews

Baca juga: Aku Benci Buku

Untuk dapat menjangkau semua kalangan, Program Pendidikan Keaksaraan kemudian dibagi dua; dasar dan lanjutan. Dalam pendidikan dasar, fokusnya pada peningkatan kemampuan dari buta aksara menjadi melek aksara. 

Sedangkan dalam program lanjutannya, meliputi dua kegiatan, KUM [Keaksaraan Usaha Mandiri] dan multikeaksaraan. 

KUM orientasnya pada kemampuan usaha, tujuannya agar kemampuan masyarakat meningkat dalam berusaha. Mereka dapat mencari informasi dari koran, buku yang bisa menaikkan tingkat kesejahteraan hidupnya. 

Sedangkan Program Multikeaksaraan orientasinya pada profesi, keahlian dan pekerjaan, budaya, sosial dan politik, kesehatan dan olahraga, dan pengetahun teknologi. 

Kabar gembirannya adalah, program ini menjadi  peluang bagi warga keaksaraan untuk bisa bersekolah lagi dalam pendidikan kesetaraan, seperti Paket A [SD] Paket B [SMP], atau Paket C [SMA]. Bukan tidak mungkin akan membuka peluang bekerja di tingkat yang lebih tinggi.

Fakta Penting Lainnya yang harus dicermati tentan kesehatan

sumber foto-DKN news
sumber foto-DKN news

Hal lain yang juga tidak kalah penting, bahwa gangguan lain penyebab buta aksara pada perempuan juga dipengaruhi faktor kesehatan. 

Bahwa ternyata, perempuan yang tidak mampu membaca atau menulis ternyata berkaitan dengan kesehatan otaknya. Barangkali ini tak begitu dipedulikan oleh para perempuan didesa sekalipun penyakit ini mereka rasakan.

Seorang perempuan yang memiliki kemampuan membaca, bisa melakukan banyak kegiatan yang menggunakan otak, seperti membaca koran dan membantu anak serta cucu mengerjakan PR. 

Sebaliknya, orang-orang dengan buta huruf , lebih sedikit ikut dalam kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan membaca atau menulis. Padahal kegiatan-kegiatan ini penting untuk menjaga kesehatan otak.

Di Amerika hal ini menjadi problem yang signifan pengaruhnya pada para perempuan. Sebuah studi yang dilakukan oleh pakar neurology, Manly melibatkan 983 orang dengan tingkat pendidikan formal yang rendah. 

Para partisipan rerata berusia 77 tahun dan hanya bersekolah paling lama empat tahun. Dari seluruh partisipan, sebanyak 237 di antaranya buta huruf atau tidak bisa membaca dan menulis.

Para partisipan kemudian diminta untuk menjalani tes daya ingat dan kemampuan penalaran secara berkala. Tes ini diulang setiap 18 bulan selama dua hingga empat tahun. 

Dan hasilnya, sebanyak 114 dari 237 partisipan buta huruf mengalami demensia. Artinya sekitar 48 persen dari partisipan buta huruf terkena demensia. Di sisi lain, hanya 27 persen dari kelompok partisipan yang bisa baca-tulis mengalami demensia.

Hasilnya, tim peneliti menyimpulkan bahwa orang-orang buta huruf memiliki risiko dua kali lipat lebih besar untuk terkena demensia. 

Apa yang ingin kita tekankah adalah bahwa efek buta huruf yang berkaitan dengan faktor kesehatan seperti halnya demensia juga berkorelasi dengan banyak aspek kehidupan para perempuan yang dominan tinggal di pedesaan. 


8670a85f-nang-nong-khung-nong-dan-ra-dong-gat-lua-11jpg-63dde1f63f640d0b2e391c32.jpg
8670a85f-nang-nong-khung-nong-dan-ra-dong-gat-lua-11jpg-63dde1f63f640d0b2e391c32.jpg

Solusi Entas Buta Aksara Perempuan Di Desa

Mayoritas perempuan di desa adalah petani dan ibu rumah tangga. Ada beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan bagi para perempuan agar memiliki motivasi untuk membaca dan menulis.

Pertama, mendorong kegiatan yang memiliki dua dimensi. Mendorong gagasan kewirausahaan. Mengapa justru gagasan ini yang dijadikan salah satu prioritas?. Sisi ekonomi berkaitan dengan kebutuhan memenuhi biaya operasional di dalam rumah tangga.

Kemampuan yang meningkat dalam kewirausahaan, baik sebagai pelaku utama atau supporting dalam system, seperti sebagai penyedia bahan baku dapat menjadi stimulan atau perangsang para perempuan untuk berinisiatif belajar.

Mereka harus dapat membuat laporan kegiatan, laporan keuangan dalam bentuk catatan sederhana. Dan hal ini dimungkinkah jika mereka memiliki kemampuan untuk membaca atau menulis laporan.

Dengan cara ini para perempuan akan mendapat dua keuntungan, secara finansial dan capacity building-peningkatan kapasitas, mutu, dan keahliannya.

Cara inilah yang digunakan oleh Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh. Atas dasar itu Grameen Bank dapat menyerap 98 persen  tenaga perempuan miskin di desa diberdayakan dengan skema bantuan dana bergulir. 

Kedua; Memanfaatkan kegiatan kelompok seperti dasawisma atau kelompok arisan secara berkala sebagai sekolah membaca dan menulis. 

Kegiatan yang dilakukan seminggu sekali atau dua minggu sekali dapat menjadi alternatif mendorong meningkatnya kemampuan baca-tulis. Apalagi jika disertai reward.

Ketiga; mendorong partisipasi elemen Lembaga Swadaya Masyarakat agar memfokuskan programnya pada pengentasan buta aksara terutama pada para perempuan. 

Dalam program rintisan yang pernah kami lakukan bersama dengan teman komunitas dan LSM, kami mendorong para perempuan belajar baca-tulis dan membukukan karya mereka sebagai motivasi agar mereka terus belajar menulis. 

Mereka bahkan menuliskan hanya sekedar rutinitas mereka sehari-hari. Atau bagaimana mereka mengatasi masalah kesulitan yang mereka hadapi sehari-hari. Atau sekedar menuliskan kembali resep masakan atau makanan yang mereka ketahui.

Keempat; melibatkan otoritas sekolah membuka kelas khusus baca-tulis yang tidak saja diorientasikan pada metode pembelajaran saja namun juga disertai dengan kegiatan lain, seperti halnya kewirausahaan.

Kelima; Prioritas program kesehatan atau akses perempuan pada institusi kesehatan

sumber gamabr-pemprov dki jakarta
sumber gamabr-pemprov dki jakarta

Keenam; Melibatkan pentahelix dalam proses pengentasan buta aksara yang difokuskan pada perempuan akan lebih efektif. Terutama fokus pada kewirausahaan dan mendorong berkembangnya sektor kepariwisataan.

Di dalam pentahelix kelima komponen yaitu; Academician (Akademisi), Business (Bisnis), Community (Komunitas), Government (Pemerintah) dan Media (Publikasi Media). Melalui kolaborasi sinergis tersebut program pengentasan buta aksara pada para perempuan di desa akan lebih cepat terwujud.

referensi;1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun