Seperti kasus pembunuhan seorang bocah berusia 11 tahun yang sedang viral, karena dilakukan oleh temannya sendiri yang berusia 18 dan 16 tahun yang masih duduk dibangku sekolah menengah.
Menurut pengakuan kedua pelaku, meskipun mereka akrab dengan internet, dan mengetahui bahwa tindakan kejahatan pembunuhan akan menyeretnya ke penjara, namun mereka ternyata tak mengetahui sebesar apa hukuman yang akan diterimanya jika kasusnya membunuh.
Sehingga mereka melakukan pembunuhan secara berencana, bahkan telah direncanakannya setahun sebelumnya.
Memang latar belakang sosial ekonomi dan psikologis para pelaku sangat berpengaruh menjadi sebab mereka akhirnya melakukan tindakan nekat membunuh.
Keduanya secara ekonomi mengalami tekanan, karena sering mendapat "kekerasan" secara verbal dirumahnya. Mereka juga mendapat tekanan agar dapat membantu ekonomi keluarga. Atas dasar itu maka mereka berusaha mencari solusi.
Namun yang dipilih justru jalan yang menyeretnya ke bui. Pemahaman dan logika yang dangkal menjadi dasar mereka melakukan kejahatan. Dan barangkali ini juga mewakili bagaimana pola pikir anak-anak dan remaja yang cenderung labil karena sedang mencari jati diri kepribadian mereka yang sebenarnya.
Dalam situasi dan kondisi inilah setiap pihak harus berperan proaktif. Baik orang tua, sekolah, lingkungan tetangga, termasuk institusi seperti kepolisian yang juga berkompeten menjadi penjaga ketertiban, keamanan dan kenyamanan warga sebagai salah tugas utamanya.
Hak Perlindungan Anak
Jika anak melakukan kejahatan serius, dalam penangannnya merujuk pada keputusan Konvensi Anak (Convesion on The Rights of Child), harus berpedoman pada beberapa aturan yang intinya memberikan hak-hak perlindungan kepada anak.
Salah satunya  hak mendapatkan keadilan dimata hukum. Aturan mengenai peradilan anak tertuang khusus dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Termasuk ketika anak melakukan tindak kejahatanyang serius seperti pembunuhan atau pemerkosaan.
Proses pencarian keadilan untuk setiap tindakan kejahatan yang mereka lakukan tidak boleh menghilangkan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan hingga diputuskan restoratif maupun diversi.
Bagaimanapun seperti kasus pembunuhan yang saat ini viral, ketika anak melakukan tindakan kejahatan, mereka menyadari ada konsekuensi hukum, namun bagaimana proses hukumnya sulit untuk dipahami oleh anak-anak.
Dalam hal inilah anak membutuhkan pendampingan hukum. Dan dalam mengantisipasi minimya informasi anak-anak dan remaja atas konsekuensi kejahatan yang mereka, peran penting seperti halnya Polisi Meupep-Pep menjadi  sangat spesial .
Pendekatan yang kreatif dan inovatif menjadi gagasan yang harus dikedepankan ketika menjangkau audien yang khusus. Apalagi Polisi Saweu Sikola maupun Polisi Meu pep-Pep sudah dikenal akrab oleh anak-anak menjadi sebuah sarana efektif menjembatani kesenjangan itu.