Ada seorang polisi tua-lebih baik saya menyebutnya polisi senior yang tengah menunggu masa pensiunnya. Di kepolisian Aceh ia dikenal sebagai polisi "meu pep-pep" alias polisi cerewet yang kerjanya mencereweti orang yang lalu lalang di jalan raya.
Jadi bukan hal aneh, jika suatu ketika kita berkendara sepeda motor tanpa helm atau mobil tanpa seatbelt, tiba-tiba mendapat teguran dari corong dengan suara bariton. " Haii.. haii...bapak... ibu..., jangan lupa pakai helm. Harga kepala mahal lho".
Atau jika ada yang menerobos lampu merah, langsung disemprot. Bahkan knalpot racing atau kenalpot yang berasap juga kena sindiran. "Nyan hai..Pak, kenapa motornya berasap tuh?." dan ujaran lainnya, panjang seperti layaknya bunyi cerewetan.
Dengan sindiran yang diucapkan dengan bahasa daerah dan bernada humoris, orang-orang di jalanan akan melihat ke arah kendaraan yang dituju sambil senyum-senyum atau tergelak. Sementara kita jadi tersenyum malu.
Kebiasaan itu berlangsung setiap hari, karena beliau berkeliling seantero kota. Sasarannya pun tak peduli siapa. Asal melanggar dan terlihat olehnya maka pasti akan ditegurnya.
Namun uniknya, aksi itu itu tak dilakukan sembunyi-sembunyi. Bahkan mobil patroli khususnya juga ditempeli stiker besar bertulisan, "POLISI MEU PEP-PEP".
Ini adalah sebuah fenomena yang unik dan tidak biasa. Beliau bahkan sering didaulat dalam acara Polisi Saweu Sikula-Polisi Kunjung Sekolah--program sosialiasi keselamatan berkendara dan berlalu lintas yang aman yang secara rutin dilakukan oleh para polisi ke sekolah-sekolah. Serta bullying, dan penangkalan tindak kejahatan anak. Utamanya sekolah dasar.
Kesempatan itu menjadi ajang menarik bagi anak-anak untuk mengenal aturan lalin dan segala akibat yang bisa menimpa siapa saja jika melakukan kesalahan.
Kampanye Bullying dan Kekerasan Anak
Polisi Saweu Sikola dan Polisi Meu pep-Pep juga menjadi sarana efektif untuk kampanye anti kekerasan anak di sekolah. Seperti bullying atau perundungan yang sangat rentan terjadi disekolah. Apalagi interaksi diantara anak-anak berlangsung setiap hari di kelas, di lingkungan sekolah.
Untuk siswa di jenjang yang lebih tinggi di sekolah menengah kampanye yang mungkin dilakukan selain bullying adalah pengenalan tentang kejahatan pidana anak dan konsekuensi hukum jika melakukan kekerasan
Polisi saweu sikula dapat menjadi program efektif yang menjembatani kesenjanganminimnya informasi tentang tindak kejahatan yang dapat dilakukan oleh anak-anak usia sekolah.
Seperti kasus pembunuhan seorang bocah berusia 11 tahun yang sedang viral, karena dilakukan oleh temannya sendiri yang berusia 18 dan 16 tahun yang masih duduk dibangku sekolah menengah.
Menurut pengakuan kedua pelaku, meskipun mereka akrab dengan internet, dan mengetahui bahwa tindakan kejahatan pembunuhan akan menyeretnya ke penjara, namun mereka ternyata tak mengetahui sebesar apa hukuman yang akan diterimanya jika kasusnya membunuh.
Sehingga mereka melakukan pembunuhan secara berencana, bahkan telah direncanakannya setahun sebelumnya.
Memang latar belakang sosial ekonomi dan psikologis para pelaku sangat berpengaruh menjadi sebab mereka akhirnya melakukan tindakan nekat membunuh.
Keduanya secara ekonomi mengalami tekanan, karena sering mendapat "kekerasan" secara verbal dirumahnya. Mereka juga mendapat tekanan agar dapat membantu ekonomi keluarga. Atas dasar itu maka mereka berusaha mencari solusi.
Namun yang dipilih justru jalan yang menyeretnya ke bui. Pemahaman dan logika yang dangkal menjadi dasar mereka melakukan kejahatan. Dan barangkali ini juga mewakili bagaimana pola pikir anak-anak dan remaja yang cenderung labil karena sedang mencari jati diri kepribadian mereka yang sebenarnya.
Dalam situasi dan kondisi inilah setiap pihak harus berperan proaktif. Baik orang tua, sekolah, lingkungan tetangga, termasuk institusi seperti kepolisian yang juga berkompeten menjadi penjaga ketertiban, keamanan dan kenyamanan warga sebagai salah tugas utamanya.
Hak Perlindungan Anak
Jika anak melakukan kejahatan serius, dalam penangannnya merujuk pada keputusan Konvensi Anak (Convesion on The Rights of Child), harus berpedoman pada beberapa aturan yang intinya memberikan hak-hak perlindungan kepada anak.
Salah satunya  hak mendapatkan keadilan dimata hukum. Aturan mengenai peradilan anak tertuang khusus dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Termasuk ketika anak melakukan tindak kejahatanyang serius seperti pembunuhan atau pemerkosaan.
Proses pencarian keadilan untuk setiap tindakan kejahatan yang mereka lakukan tidak boleh menghilangkan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan hingga diputuskan restoratif maupun diversi.
Bagaimanapun seperti kasus pembunuhan yang saat ini viral, ketika anak melakukan tindakan kejahatan, mereka menyadari ada konsekuensi hukum, namun bagaimana proses hukumnya sulit untuk dipahami oleh anak-anak.
Dalam hal inilah anak membutuhkan pendampingan hukum. Dan dalam mengantisipasi minimya informasi anak-anak dan remaja atas konsekuensi kejahatan yang mereka, peran penting seperti halnya Polisi Meupep-Pep menjadi  sangat spesial .
Pendekatan yang kreatif dan inovatif menjadi gagasan yang harus dikedepankan ketika menjangkau audien yang khusus. Apalagi Polisi Saweu Sikola maupun Polisi Meu pep-Pep sudah dikenal akrab oleh anak-anak menjadi sebuah sarana efektif menjembatani kesenjangan itu.
Meski kini pelopor polisi meu pep-pep telah pergi, namun lahir para penggantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H