Proses mengeluarkan "bayi politik" dari perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk jadi capres atau cawapres dalam pilpres 2024 mendatang harus cepat, agar publik tahu dan tidak penasaran.
Apalagi PDIP yang ngotot ingin "bayi perempuan" padahal masih prematur untuk persalinanya, sedangkan bayi kembarannya yang laki-laki justru "lebih sehat" dan anehnya tidak prematur. Jangan bawa-bawa patriarkis dalam soal ini. Barangkali ini hanya karena soal "bayinya lebih berbobot" karena ukuran beda "kualitas gizi politiknya". Â
Waktu semakin mendesak, tapi PDIP masih memaksa harus menunggu hingga Juni 2023 untuk proses kelahirannya, karena ada hari bersejarah disana. Bayi terpaksa menunggu demi hari penting itu agar kelahirannya bisa dirayakan, dan semua orang tahu siapa bayi itu sebenarnya. Apakah Ganjar atau Puan.Â
Sementara ibu lainnya, Golkar dan PDIP (versi Jokowi)-karena setelah Nasdem, PKS dan Demokrat punya bayi, tinggalah Golkar, Gerindra dan PDIP yang ditunggu-tunggu bayinya. Â Bisa jadi Gerindra masih harus kesulitan menentukan kapan bayinya harus dilahirkan.Â
Ibarat Distosia. gangguan persalinan, yang menyebabkan ibu sulit melahirkan. Jika seorang ibu mengalami distosia, waktu persalinannya akan panjang dan bahkan, bahkan jika tak hati-hati tidak akan mengalami kemajuan sama sekali. Sementara "orang tua" lainnya-adalah orang tua pendukung yang bisa mengikut siapa saja sesuai deal dan kata sepakat.
Publik yang Penasaran
Di sebalik itu kita semua ternyata juga penasaran menunggu kelahiran "bayi capres dan cawapres" tapi disuguhi bermacam pola gesture, dagelan, bahkan aksi pesta dukung mendukung yang ditujukan kepada para bayi-bayi capres-cawapres itu.Â
Bahkan ada yang menduga akan ada "Balita" yang juga ingin bergabung dengan bayi prematur, dan bayi lainnya. Meski ada syarat yang harus dipenuhi. Inilah mengapa para tamu kemarin hadir ke Senayan memberi dukungan.
Maka yang terlihat sekarang wajah politiknya bermacam-macam, ada yang gembira karena punya bayi, ada yang bingung karena menunggu kelahiran, dan ada yang masih cari pasangan siapa tahu bisa punya bayi seperti orang tua lainnya. Bahkan ada yang menyodorkan Balita.Â
Mengapa setiap orang ingin punya bayi, karena ini ambisi meneruskan trah politik, agar kekuasaan tidak vakum. Bahkan demi itu semua para orang tua bersaing!. Maka lihat saja wajah-wajah mereka sekarang, boleh-boleh saja mereka saling bertegur sapa, menimpali apapun kata orang lain, tapi dibalik senyum dan ketawa-ketiwi mereka, ada "hati" lain yang bicara. Cemas terlalu rigid perhitungannya.
Itulah mengapa kita tak pernah tahu, apa suara hati yang sebenarnya. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja waktunya, setelah Anies, apakah akan ada Puan, Ganjar, Prabowo, atau Bahkan Jokowi. Why not!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H