Model pembelajaran kita, baru kini berlaku secara hybrid dalam dua bentuk pembelajaran. Kita juga menggunakan kurikulum merdeka untuk mendukung  gagasan pendidikan yang lebih memandirikan para siswa.
Mereka didorong agar lebih proaktif dalam kelas daripada membebek mengikuti instruksi para guru saja.
Tentu saja ini bukan persoalan agar beban kerja guru berkurang, namun lebih pada bagaimana mendorong anak-anak memiliki konsep belajar yang sesuai dengan harapan perbaikan kita ke depan. Anak-anak memiliki inisiatif yang lebih besar di kelas, dan metode ceramah kini juga telah jauh ditinggalkan.
Passion dan Kualitas Guru
Problem yang dihadapi dunia pendidikan kita sebenarnya, masih kurangnya tenaga pendidik di sekolah. Memang di beberapa sekolah terdapat kelebihan guru, namun di daerah-daerah yang jauh di wilayah 3 T (terluar, terjauh dan terdalam), justru sebaliknya, kebutuhan guru sangat kurang.
Selain kebijakan pemerintah yang masih lemah dalam menyediakan stok guru di daerah, banyak guru yang tidak bersedia atau enggan dan oga-ogahan mengajar di tempat terpencil.
Apalagi jika komitmen para guru sejak awal orientasinya " mata pencaharian", bukan sepenuhnya pada dedikasi sebagai sosok guru.
Tenaga guru yang kekurangan, selama ini diisi oleh para guru baru dan guru honorer, bahkan masyarakat yang berkomitmen menjadi pendidik, terutama yang terjadi di daerah terpencil. Banyak dari mereka berdedikasi luar biasa dan menjadi suluh bagi pendidikan kita. Mereka menjadi penjaga garda depan negeri ini dari bahaya buta huruf. Namun dibalik itu, tidak sedikit juga yang belum siap mental menjadi seorang guru.
Dalam peristiwa kekerasan yang bersifat kasuistik, kekerasan dilakukan oleh oknum guru terhadap para anak didik. Unjuk eksistensi dan ego personal, maupun ketidaksiapan mental menghadapi perilaku siswa  bisa jadi sebagai pemicu terjadinya kekerasan di sekolah.Â
Semuanya memang tergantung mentalitas dan personalitas setiap orang, namun juga harus didukung kesadaran untuk terus belajar menjadi guru yang baik, termasuk mengkondisikan mental sebagai guru.
Berbagai kasus insidental memperburuk citra para guru secara umum. Para guru sejatinya harus terus menjadi pembelajar untuk mengenali kepribadian siswa di kelas secara psikologis, kemampuan mengendalikan siswa di kelas, kemampuan berkomunikasi interaktif dengan siswa, penggunaan metode belajar yang tepat. Namun sebagiannya gagal dan justru menjadi "guru horor" yang menakut-nakuti siswa.
Memahami Psikologis Siswa
Pengalaman penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di kelas eskul, mendapati banyak anak-anak yang mengalami problematika rumit di rumah. Kegiatan sekolah menjadi salah satu bentuk alternatif pelarian dari rumah.