Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ramai-Ramai Para Kades Serbu Senayan, Dengarkan Dulu Apa Sinau Cak Nun!

27 Januari 2023   16:16 Diperbarui: 30 Januari 2023   09:19 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber fotohukum online
sumber fotohukum online

Maka konstelasi politik di desa dengan cepat akan berubah. Para incumbent kepala desa memiliki peluang yang lebih besar karena sedang berkuasa. Dengan kuasa politik yang sudah dibangunnya, kades incumbent hanya tinggal memanfaatkan jaringannya untuk membangun ulang kekuasaannya. Baik diperangkat desa, para RT/RW, dan masyarakat yang mendukungnya.

Termasuk akses langsung dalam perumusan kebijakan di desa, dan penggunaan anggaran desa yang bisa di salah gunakan. Sementara para rivalnya harus memulai semuanya dari awal, membangun elektabilitas, mengumpulkan masa, berkampanye dan mengikuti "ritual" pilkades lainnya.

Bagaimana mekanisme kerjanya secara politis?. Tuntutan kenaikan masa jabatan para kades, selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan revisi UU, termasuk untuk para pejabat-pejabat lainnya untuk menyesuaiakan dan mengakomodir pejabat pemerintahan lain di atasnya. Maka selanjutnya giliran Camat, Bupati, Gubernur, DPR dan Presiden akan mendapat peluang yang sama sebagai efek domino dari kebijakan para kades tersebut.

Jika permohonan tersebut cepat direspons oleh DPR, secepat presiden menyetujui, plus adanya upaya untuk menunda pelaksanaan pemilu, bukan tidak mungkin konstelasi politik Pilpres 2024 berubah 180 derajat dan semua menjadi tak terduga. Bukan tidak mungkin muncul nama-nama capres baru.

sumber foto-kompas.com
sumber foto-kompas.com

Realitasnya membuktikan gayung bersambut dari parlemen dan istana. Dari parlemen, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menerangkan bahwa Komisi II mendukung penuh revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Komisi II juga telah mengusulkan revisi UU tersebut untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Periode 2019-2024 (Antara, 17/1 2023).

Fakta berikutnya adalah kemungkinan disetujuinya perpanjangan masa jabatan presiden sebagai efek domino dari kenaikan jabatan para kades. Meskipun ini baru sebuah rangkaian premis, namun sangat realistis dapat diimplementasikan. Tentu kita semua dapat menebak kemana arah perubahan politik tersebut terhadap Pilpres 2024.

Dan dalam situasi ini, yang diuntungkan secara politik adalah partai "pengayom" yang telah disebutkan Cak Nun dalam Sinau Kebangsaan dan Kenegarawanan itu. Bukan sebuah kebetulan belaka jika Presiden adalah salah satu kader terbaiknya.

sumber gambar-kompastv
sumber gambar-kompastv

Dan ini menjadi persoalan politik yang serius, karena para kades sampai menyuarakan ancaman, "Suara parpol di Pemilu 2024 nanti yang tidak mendukung masa jabatan Kades jadi 9 tahun akan kami habisi," seperti disuarakan oleh perwakilan para kades dari Pulau Madura, Jawa timur.

Jika dilihat dari rangakaian politiknya yang sangat kuat, ancaman ini bukan sekedar gertak sambal. Akan ada parpol kuat yang bersedia berdiri di belakang barisan para kades.

Bagaimana dengan Demokrasi?

sumber foto-geloranews
sumber foto-geloranews

Tentu saja tuntutan perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun bisa mencederai pembelajaran politik regenerasi kepemimpinan kita. Padahal demokrasi prosedural sudah mulai terlihat berjalan baik setelah dibenahi Pasca Reformasi 1998. Realitas ini seperti menduplikasi era Orde baru (Orba), ingin memegang jabatan seumur hidup.

Situasi ini juga memberi ruang bagi sebuah oligarki desa memegang jabatan penyelenggara pemerintahan di desa lebih lama, tapi makin rentan tindak korupsi. Hingga saat ini saja sudah tercatat 686 Kades yang menjadi tersangka korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun