Konon ada seorang pembantu kaisar (kasim) suatu hari dituduh berkhianat karena sebuah fitnah, sebagai hukuman maka ia akan dihukum dengan diumpankan kepada seekor anjing pembunuh. Namun, ia memohon sebuah permintan terakhir agar ia diizinkan memelihara si anjing pembunuh itu untuk terakhir kalinya. Kaisarpun mengijinkan, karena ia sebenarnya seorang kasim yang baik.
Maka seminggu setelah permintaanya selesai, ia dimasukkan ke dalam kandang anjing pembunuh itu. Apa yang terjadi?, begitu pandangan si anjing bertemu mata si kasim, ia mengetahui bahwa orang yang ada dihadapannya adalah "majikan" barunya yang telah memeliharanya selama seminggu. Si anjing justru mendekati si kasim tersebut dan tertidur di pangkuannya.
Atas dasar peristiwa itu, sang Kaisar merasa bahwa, itu adalah sebuah tanda  bahwa kasim itu tak bersalah. Tak seorangpun menyadari bahwa selama seminggu itulah waktunya bagi si kasim untuk "bersahabat" dengan si anjing calon pembunuhnya. Memberinya makan dan merawatnya.
Begitulah sebuah kebaikan membalaskan budi baiknya.
Motivasi #1 Nilai Kebaikan dan Kekuatan
"Jangan remehkan kekuatan orang-orang kecil dalam kelompok besar", begitu kata orang bijak. Dalam sebuah sekuel cerita Klan Otori, Brilliance of the Moon, ketika Otori terdesak dalam sebuah serangan musuh, ia sampai dipinggiran sebuah sungai.
Ia berpikir keras, untuk menunggu air surut, atau memutar kearah yang lain. Tanpa diduga sekelompok pekerja yang pernah dibantunya di Terayama dalam Festival of the Dead, telah berada dipinggiran sungai dan mereka bahu membahu membangun jembatan dengan bambu yang telah mereka siapkan. Mereka mengikuti Otori secara diam-diam untuk membantunya.
Siapa menduga "orang-orang kecil", ternyata justru memiliki pengalaman yang berguna dalam situasi darurat perang yang bahkan tak pernah disadari oleh Otori sebagai seorang panglima perang?.
Dalam kehidupan kita sehari-sehari, kebaikan yang kita tanam pada orang-orang yang ada disekitar kita, orang-orang yang bekerja untuk kita, pada waktunya nanti bisa berguna. Termasuk kebaikan kita kepada seekor binatang, akrena mereka tahu caranya membalas budi.
Seorang anak yang dipelihara ibunya sejak bayi bisa menjadi seorang penjahat hanya dalam sekejap, namun seekor anjing yang diberi makan hanya dalam satu jam, bisa setia sampai mati.
Motivasi #2Â Menyadari Diri Sendiri
"Terkadang kita menciptakan patah hati kita sendiri melalui harapan". Terlalu tinggi berangan-angan, maka jatuhnya juga akan setara.
Ketika kita menyadari kapasitas, kemampuan, bakat kita, akan membuat lita semakin realistis ketika mencapai sebuah tujuan.
Ketika pungguk-si burung hantu melihat bulan begitu besar dan dekat, ia menyangka ia bisa menyentuhnya. Harapan untuk bisa menyentuhnya tak tertahankan, tapi semakin ia mendekat, maka semakin jauh sang rembulannya. Ia tak menyadari hakikat tentang dirinya, ia juga tak menyadari tujuannya.
Begini kisah versi fabelnya, malam tiba, tak kurang dari 500 burung berkumpul, mereka mengelilingi sebuah telaga, tepat tengah malam nanti bulan purnama akan muncul. Tengah malam hampir tiba, dengan hati berdebar, sesuai dengan arahan Burung Dara, Burung Pungguk tak melepaskan pandangannya dari Telaga itu.
Dan benar saja, bulan purnama muncul dan perlahan masuk ke dalam telaga. Melihat kejadian yang tak disangka sangkanya, burung Pungguk pun bahagia tak terkira, sebentar lagi ia dapat menyentuh bulan purnama yang selama ini ditunggunya. Sementara ratusan burung yang lain dimintanya berjaga di tepi telaga agar bulan purnama tak berlari dari telaga.
Tanpa membuang waktu, Burung Pungguk pun langsung terbang dan menukik tajam, ke arah telaga, ia rentangkan sayapnya siap memeluk bulan purnama.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, Burung Pungguk menghantam air dengan keras, air telaga muncrat, seluruh tubuhnya basah kuyup, Burung Pungguk gelagapan karena tak bisa berenang.
Begitulah, banyak hal yang kita kira begitulah realitasnya, namun ternyata ada makna lain dibelakangnya.
Motivasi #3 Pilihan Hidup Terbaik
"Hidup terlalu pendek untuk dihabiskan bersama orang yang salah. Temui orang-orang baru".
Suatu ketika  seorang anak bertanya pada bapaknya, bagaimana mencari sahabat yang baik untuk hidupnya. Bapaknya lantas bertamsil  dengan mengutip hadist riwayat Bukhari-Muslim.
Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun engkau tidak membelinya, setidaknya engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan jika berteman dengan seorang pandai besi, kita bisa terkena percikan apinya, mengenai pakaian kita dan jika tidakpun, engkau tetap mendapatkan bau asapnya.
Dalam wujud pertemanan yang buruk-toxic relationship, kita terkadang berharap agar suatu ketika akan ada perubahan, apalagi jika didasari oleh rasa "bucin".
Kita juga sering terjebak dalam pertemanan karena solidaritas, meskipun kita menyadari pengaruh buruknya. Mengapa kita tak mencoba menemui orang-orang baru, menyerap kebaikan dan pengalaman hidup yang baru, yang mungkin bisa membuka pemikiran dan cakrawala baru kita tentang "dunia baru" yang berbeda?.
Motivasi #4 Jangan Paksakan Untuk Mengerti
"Hanya karena kamu mencintai mereka, bukan berarti mereka tepat buat kamu". Anak saya suatu hari mengeluh , Ia bilang, teman-teman "baiknya" berusaha menjauhinya karena ia berusaha masuk OSIS dan terlibat didalamnya.Â
Menurut para "sahabatnya" keputusannya itu dianggap sesuatu yang salah. Jadi saya katakan, berusahalah untuk tetap bersikap baik seperti biasa. Berusahalah untuk tak selalu bercerita belebihan tentang aktifitasmu, untuk menjaga hati mereka.
Tapi jika mereka tetap bersikap menolak, apa mungkin untuk mencari sahabat baru?. Jika memutuskan untuk mundur karena mereka, artinya itu bukan sebuah dampak yang positif untuk perkembangan sosialnya.
PIlihannya memang sulit, kehilangan teman, atau menemukan pengalaman baru yang mungkin bisa berguna di waktu yang berbeda.
Motivasi #5 Tak selamanya Hari Buruk
Ketika mengajar di sebuah kelas kreatif, saya baru menyadari bahwa beberapa anak didik yang ikut dalam kelas tersebut ternyata berasal dari keluarga yang bermasalah. Barangkali karena hubungan itu mereka memiliki kegiatan eskul yang sama.
Di sela waktu senggang sebagian mereka curhat tentang orang tuanya, rumahnya, adiknya, anggota keluarga lain. Termasuk waktu 24 jam yang tak cukup untuk keluarga mereka agar dapat berkumpul dan saling menyapa.
Mood dan perasaan itu terbawa-bawa hingga ke kelas. Maka sebenarnya menjadi pemandangan biasa, jika di kelas, di sekolah selalu ada saja anak bermasalah. Karena latar belakang "rahasia" seperti halnya anggota kelas kreatif tersebut. Mereka butuh perhatian yang berbeda. Namun hal inilah yang sering disalahpahami oleh para guru yang tidak memahami psikologis siswa.
Kemarahan guru menjadi mudah terpancing, anak-anak bereaksi menjadi pembelot dan pembangkang, sementara seluruh hal yang negatif hanya terlihat di permukaan.Â
Bahwa seberat apapun masalah pastilah ada jalan keluarnya, meskipun harus melalui proses. Seperti kata orang bijak, "Bahkan hari yang burukpun hanya 24 jam", dan esok telah menjadi hari yang lain, dan semoga menjadi hari yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H