Rumah kehilangan batas definitifnya dan menjadi sangat elastis. Kita punya ruang duduk di kafe-kafe berinternet, tidur di jalan-jalan dalam perjalanan pulang dan pergi ke kantor, menerima tamu di lobby-lobby hotel berbintang, makan malam di restoran-restoran yang berganti setiap kali." [Avianti Arman-Arsitektur yang Lain].
"Sesungguhnya kita telah lama menjadi penghuni "waktu", sementara rumah telah menjelma menjadi sekedar "ruang transit".Rumahmu surgamu, apapun kondisinya, bentuk, kesederhanaan, akan menjadi surga jika penghuninya merasa nyaman, dan harmonis, apalagi fungsi rumah telah mengalami pergeseran.
Bayangan untuk memiliki rumah meskipun menjadi impian setiap orang, namun ketika sampai pada waktunya menjadi sebuah kebutuhan, ternyata mengkhawatirkan.
Semakin lama, rumah, dan komponennya semakin melejit harganya. Sehingga keputusan untuk memulai membangun rumah juga penuh dengan banyak pertimbangan. Bahkan ada kalanya kita tak lagi melihat sisi estetis, namun lebih pada fungsinya.
Ketika memutuskan untuk membangun rumah, kami sempat menghadapi dilema.
Pertama rencana itu terjadi begitu tiba-tiba karena pindah dari rumah dinas. Maka pilihan pertama, rumah yang akan dibuat berkejaran dengan waktu kepindahan dan dikondisikan untuk keadaan darurat.
Kedua, memilih rumah sewa untuk sementara, dan ketiga; membangun rumah impian meski harus dimulai dari bagian yang paling "minimalis".
Ketika merujuk pada referensi koleksi buku tentang rumah, kami kembali menghadapi dilema. Ternyata begitu banyak model bangunan rumah yang tersedia untuk dijadikan referensi.
Baca juga: 207 Hari Menyambung Nyawa Di BelantaraSaat itu trend rumah minimalis sedang mewabah dan menjadi pilihan bagi banyak orang yang berkeinginan membangun rumah. Meskipun kita harus cermat. Di kemudian hari saya menyadari bahwa bangunan rumah berkonsep minimalis, tidak sepenuhnya sesuai dengan masalah iklim di Indonesia.
Penggunaan kanopi jendela yang hanya menutupi bagian kecil dari jendela karena pertimbangan faktor minimalis, menyebabkan saat turun hujan sebagian jendela mendapat curahan hujan dengan intensitas tinggi. Efeknya dalam beberapa waktu, cat pelapis jendela dengan cepat terkikis.
Sementara di Indonesia, negara dengan dua musim penghujan dan kemarau, intensitas dan kondisinya berbeda dengan 4 musim yang terjadi di wilayah Eropa.
Rumah tradisional
Jika kita cermati, mengapa rumah di Indonesia secara umum memiliki konstruksi yang jauh dari konsep minimalis, sebenarnya telah disesuaikan dengan kondisi cuaca dan musim yang ada di daerah Khatulistiwa.
Maka pemandangan yang umum adalah dinding bangunan rumah, dibatasi atau dilindungi dengan atap berupa genteng atau seng yang menjorok jauh melampui dinding bangunan.
Fungsinya selain untuk mengamankan jendela dari terpaan air hujan, menghalangi terik yang dapat langsung menembus dinding dan masuk ke kamar sebagaimana bangunan berkonsep minimalis.
Kami juga menyadari bahwa konsep minimalis secara total dalam sebuah bangunan juga menjadi salah satu 👍penyebab mengapa rumah atau bagian rumah tertentu mendapat intensitas cahaya yang berlebih sehingga menyebabkan area didalam rumah menjadi panas.
Rumah minimalis sebagian besar juga didominasi oleh bangunan dengan komposisi kaca yang luas. Terutama di area tertentu seperti ruang keluarga. Penggunaan kaca sebenarnya dimaksudkan agar kita tak perlu menggunakan pencahayaan habis-habisan sepanjang waktu.
Ruang terbuka dengan bantuan kaca memungkinkan rumah mendapat sinar yang cukup sehingga tidak memerlukan lampu dalam waktu tertentu termasuk ketika mendung atau hujan, karena cuacanya cenderung gelap .
Konsep ini berkaitan dengan harapan kita untuk dapat menghemat penggunaan lampu, dan hemat energi dalam jangka panjang. Namun efek yang tidak disadari adalah meningkatnya suhu di dalam ruang.
Konsep lain yang menarik dari rumah minimalis adalah fungsional ruangan yang didesain simple, namun dapat memenuhi beberapa jenis kebutuhan ruang sekaligus, seperti penggunaan meubiler yang serbaguna, namun didesain minimalis.
Sementara untuk rumah tradisional, perkakas atau meubiler masih berdasarkan fungsinya tanpa melihat ukurannya. Dapat kita lihat, dalam sebuah ruangan yang terbatas luasnya, dipenuhi dengan banyak meubiler, dengan masing-masing fungsinya.
Termasuk soal pertimbangan estetis, ruang harus memiliki pembatas untuk menjaga privacy penghuninya.
Maka bisa kita lihat rumah tradisional dipenuhi dengan sekat-sekat untuk menunjukkan identitas masing-masing ruangan.
Sebaliknya rumah minimalis, dalam ruang yang kecil dan sempit dapat berfungsi sebagai ruang makan, ruang keluarga sekaligus dan pembatas dihindari untuk memberi kesan luas. Termasuk pemandangan yang umum jika di dalam rumah minimalis, ruang tamu bersambung langsung dengan ruang makan dan ruang keluarga tanpa sekat pembatas.
Privacy menjadi kebutuhan yang sedikit diabaikan, kecuali kamar tidur dan kamar mandi. Tentu saja ada faktor lain yang membuat kebutuhan rumah minimalis diminati, seperti harga rumah yang meningkat naik, atau rumah hanya untuk kebutuhan sebuah keluarga kecil.
Mengoptimalkan fungsi ruang
Ketika kami memutuskan membangun rumah, kami mencampur antara konsep minimalis dengan rumah tradisional. Ada bagian tertentu dari bangunan yang menggunakan atap yang menjorok untuk menghalangi panas dan hujan, namun ada bagian bangunan yang tidak terkait dengan akses orang yang intens, menggunakan konsep minimalis sebagai pemanis.
Meskipun hal itu juga menjadi "persoalan" pada akhirnya karena tempias hujan yang tidak sepenuhnya bisa diajak kompromi.
Sedangkan fungsional ruang lainnya kami menggunakan perhitungan seperti kebutuhan pencahayaan dan sirkulasi udara. Maka rumah tidak seluruhnya dibangun dengan tutupan dak, namun di bagian ruang tamu dan ruang keluarga kami gunakan rancang bangun dengan void. Termasuk untuk tujuan memudahkan komunikasi dengan penghuni kamar di atas.
Fungsi lainnya untuk mengurangi panas di dalam rumah sehingga meminimalisir penggunaan AC atau kipas angin. Sedangkan penggunaan kaca kami juga batasi hanya untuk bagian tertentu yang membutuhkan banyak pencahayaan bantuan, agar memberi kesan luas.
Kecuali di bagian belakang rumah yang merupakan ruang keluarga, kami gunakan kaca lebih dominan, itupun karena pertimbangan arah rumah berlawanan dengan arah cahaya matahari langsung dengan intensitas tinggi yang masuk. Sehingga kekhawatiran kami penggunaan kaca akan membuat ruangan menjadi panas dapat diminimalisir.
Pilihan itu membuat seluruh bagian ruang menjadi cukup dengan pencahayaan hingga ke bagian ruang tamu. Sedangkan interiornya kami siasati dengan menggunakan bahan yang tidak permanen, namun dapat menjadi wakil mengatasi soal privacy. Antara ruang tamu dan ruang keluarga sedikit tertutup dengan tirai yang dapat digerakkan sesuai dengan kebutuhan.
Pada kondisi tertentu, tirai itu bisa ditarik ke satu sisi dan mengesankan ruangan luas tanpa batas. Namun ketika ada kunjungan tamu atau sedang berlangsung acara, tirai itu dapat diatur menurut kebutuhan.
Kini meskipun rumah belum sepenuhnya diberi finishing, namun bagian-bagian utama rumah telah selesai. Harapan kami soal penggunaan material kaca atau bukaan jendela untuk pencahayaan, penghematan listrik dengan penggunaan void untuk menghemat penggunaan AC pada akhirnya masih selaras dengan ekspektasi.
Ini adalah konsep rumah kekinian namun juga tidak meninggalkan unsur keselarasan alam. Pada masanya nanti, rumah-rumah akan membutuhkan void untuk mengatasi suhu panas yang meningkat di bumi. Begitu juga penggunaan kaca atau jendela dengan bukaan yang luas untuk mengatasi masalah pencahayaan.
Meskipun barangkali akan ada problem lain, ketika rumah makin mahal dan kita hanya bisa memilih rumah kecil yang fungsional disesuaikan kebutuhan.
Kami membangun rumah dengan metode rumah tumbuh, tapak atau fondasi telah seluruhnya selesai dibuat, namun bangunan-bangunan diselesaikan menurut sikon keuangan.
Di Aceh, "rumah tumbuh" umumnya dibangun dari bagian belakang menuju tengah. Mengapa?Ternyata bukan persoalan filosofi atau apapun rumus yang jelimet, tapi lebih pada keyakinan bahwa rumah yang dibangun dari bagian fasad depan dianggap bisa membuat si pemilik rumah kehilangan motivasi untuk segera menyelesaikannya, karena merasa rumah secara konsep bangunan sudah terlihat selesai.
Sementara jika dibangun dari belakang, akan terlihat rumah belum selesai, sehingga keinginan untuk mempercepat membangunnya menjadi motivasi yang kuat.
Begitulah pelajaran hidup yang saya dapat dari orang tua. Tapi anehnya , kami justru memulai rumah tumbuh kami justru dari depan melawan wejangan orang tua. Dasar anak sekarang.
Namun kami terus terobsesi untuk menyelesaikan meskipun bangunan kami mulai dari depan. Pada akhirnya rumah tumbuh itu sampai pada tahapan kami menyelesaikan bagian utamanya.
Pilihan membangun rumah adalah sebuah pilihan yang banyak memiliki godaan, terutama ketika kita juga memikirkan kebutuhan yang lain untuk operasional dan urusan anak-anak, sekolah dan sebagainya. Begitu juga godaan untuk memiliki kendaraan karena kebutuhan keluarga dengan tambahan kehadiran anggota keluarga baru.
Begitulah dinamika membangun rumah, dimulai dari sebuah impian, "rumah tumbuh' hingga menjadi bangunan yang siap ditinggali.
Apalagi di awal memutuskan membangun rumah, ketika itu kami berkejaran dengan sikon ketika banyak pekerjaan paska tsunami, yang juga berdampak pada jumlah fulus yang masuk yang harus dimanajemen dengan baik sebelum terbang entah kemana.
Maka ketika membangun rumah kami juga mempersiapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sederhana, sekedar sebagai pengukur dan pengontrol agar kebutuhan membangun rumah tidak jor-joran.
Godaan lain membangun rumah yang tidak terduga adalah munculnya "biaya siluman", karena tambahan ini dan itu, atau perubahan rencana bangunan. Terutama soal interior dan eksterior akibat kebanyakan membaca referensi tanpa pertimbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H