Sementara jika dibangun dari belakang, akan terlihat rumah belum selesai, sehingga keinginan untuk mempercepat membangunnya menjadi motivasi yang kuat.
Begitulah pelajaran hidup yang saya dapat dari orang tua. Tapi anehnya , kami justru memulai rumah tumbuh kami justru dari depan melawan wejangan orang tua. Dasar anak sekarang.
Namun kami terus terobsesi untuk menyelesaikan meskipun bangunan kami mulai dari depan. Pada akhirnya rumah tumbuh itu sampai pada tahapan kami menyelesaikan bagian utamanya.
Pilihan membangun rumah adalah sebuah pilihan yang banyak memiliki godaan, terutama ketika kita juga memikirkan kebutuhan yang lain untuk operasional dan urusan anak-anak, sekolah dan sebagainya. Begitu juga godaan untuk memiliki kendaraan karena kebutuhan keluarga dengan tambahan kehadiran anggota keluarga baru.
Begitulah dinamika membangun rumah, dimulai dari sebuah impian, "rumah tumbuh' hingga menjadi bangunan yang siap ditinggali.
Apalagi di awal memutuskan membangun rumah, ketika itu kami berkejaran dengan sikon ketika banyak pekerjaan paska tsunami, yang juga berdampak pada jumlah fulus yang masuk yang harus dimanajemen dengan baik sebelum terbang entah kemana.
Maka ketika membangun rumah kami juga mempersiapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sederhana, sekedar sebagai pengukur dan pengontrol agar kebutuhan membangun rumah tidak jor-joran.Â
Godaan lain membangun rumah yang tidak terduga adalah munculnya "biaya siluman", karena tambahan ini dan itu, atau perubahan rencana bangunan. Terutama soal interior dan eksterior akibat kebanyakan membaca referensi tanpa pertimbangan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H