Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Larang Kami Main Lato-Lato

12 Januari 2023   01:30 Diperbarui: 12 Januari 2023   16:56 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang skate board itu disulap jadi panggung. Para penonton sebagian duduk, sebagian lainnya berdiri dalam sebuah lingkaran besar, sementara itu para pemain bergantian maju ke tengah lingkaran, setiap kali salah seorang pemain selesai beraksi. Mereka bukan sedang adu piawai breaks dance, atau aksi skate board, tapi bermain lato-lato.

Menurut Groovy History, sebelum bernama lato-lato, dahalu permainan ini dikenal dengan nama bangers, clackers, knockers, atau clankers. Kurang lebih merujuk ada beradunya dua bola sebagai wujud permainnaya. Dua bola yang diayun dan menimbulkan bunyi.

sumber foto: ameblo.jp
sumber foto: ameblo.jp

Apa yang paling menarik dari fenomena kegandrungan baru pada permainan tradisional ini adalah, membuat anak lupa gawai. Di kerumunan para pemain lato-lato, menggunakan gawai bukan untuk berchating ria, tapi justru membuat dokumentasi. Tak ada waktu buat anak-anak untuk berasyik dengan gawai saat tangan bermain lato-lato.

Semua larut dalam permainan yang menyita semua indera, meskipun suara yang terdengar menonton berupa tak-tok atau nok-nok saja, tapi keahlian memainkannya itulah yang menjadi daya tarik utama.

Bukan itu saja, bahwa ternyata permainan ini bukan jenis permainan yang dapat dikuasai secara instan. Siapapun yang baru pertama kali memainkan lato-lato menduga akan begitu mudah memantulkan dua bola yang digantung disebuah tali itu.

Tapi begitu dicoba persis seperti ketika kita mempraktekan ilmu renang, gampang diucap tapi praktiknya lumayan butuh waktu menguasainya. Secara teori tinggal membenturkan dua bola itu saja, tapi ternyata tak selalu bisa langsung konsisten menghasilkan benturan yang teratur apalagi bagi seorang pemula.

Ini salah satu manfaat dari permainan ini, membuat anak-anak memiliki effor atau usaha untuk mencapai sebuah tujuan.

sumber foto: RCTIplus.com
sumber foto: RCTIplus.com

Trend tradisional         

Permainan lawas ini dengan cepat mencuat ditengah hiruk pikuk kegundahan orang pada candu game online di gawai. Ini fenomena yang menarik. Memang secara rasional kemunculan ini bisa saja dikaitkan dengan peran manusia sebagai homo ludens atau mahluk yang suka bermain, selalu menghasilkan trend di setiap eranya.

Bahkan seperti kerinduan yang tiba-tiba terkuak, permainan ini ternyata membuat tua muda dengan cepat dibuat penasaran. Padahal begitu sederhananya material permainan tradisional asal Argentina ini. Inilah fakta bahwa masing-masing zaman memiliki zeitgeist atau yang kita sebut sebagai "jiwa zaman", dan inilah saatnya lato-lato menemukan momentumnya.

sumber foto: andikafm.com
sumber foto: andikafm.com

Sejak 1960-an permainan ini begitu viral, hingga secara perlahan surut, sebelum akhirnya kini menemukan momentum zamannya untuk popular kembali.

Media berperan besar, seperti biasa sebagai pemicu kemunculan trend ini. Popularitas lato-lato degan cepat bergulir ketika media teknologi 'memancing' perhatian khalayak yang seperti menunggu sebuah "fenomena baru" untuk mengalahkan kebosanan.

Tentu saja lato-lato hanya satu bagian dari zeitgeist---kelak akan muncul mainan baru menggeser lato-lato ketika sampai pada titik jenuh. Barangkali bolehlah kita menggunakan teori Robert Malthus untuk mengukur seberapa kuat dan lama lato-lato bisa bertahan.

Tentu kita masih ingat ketika permainan spiner yang diputar dengan keahlian jari begitu popular sebelum era candu gadget saat pandemi.

Tapi pandemi dengan cepat membuat anak-anak kecanduan gadget karena kebijakan pembatasan membuat anak-anak wajib terkoneksi dengan gadget, atau media tekonologi untuk pembelajaran daring.

Lantas gadget seperti tak mungkin dilawan untuk dialihkan ke lain hati oleh anak-anak. Meskipun begitu besar kekuatiran yang ditimbulkannya, gadget tak mungkin dilepas dari kehidupan anak-anak jaman now.

Maka persoalan seperti clip thinking muncul. Gagal nalar karena kebiasaan menerima informasi ayng begitu cepat, sehingga sulit untuk mengingat bagian-bagian penting termasuk ilmu pengetahuan yang semestinya dikuasai.

Anak-anak mengalami ketergantungan pada informasi dan berharap bisa menguasai detail ilmu itu jika dibantu gadget salah satunya.

Nilai-Nilai dalam lato-lato

sum,ber foto-dream.co.id
sum,ber foto-dream.co.id

Nilai yang terkandung dalam permainan anak-anak semuanya secara umum mengandung nilai pleasure, interaktif, dan kompetitif.

Kehadiran lato-lato yang diali dengan fenomena viral di media setelah endemi membuat anak-anak bisa berinteraksi antar mereka. Lihat saja setiap kali anak-anak lain memainkan lato-lato dengan teknik dan keahlian yang seru dengan cepat membuat anak-anak lain terpana dan fokus padanya.

Lantas anak-anak lain juga berkeinginan untuk menunjukkan kepiawaian yang sama dalam sebuah kompetisi yang tak diatur. Permainan ini berkaitan dengan kemampuan atau skill individu.

Lato-lato dilarang apa pasal

Terkait insiden kecelakaan yang menimpa seorang anak di Kubu Raya Kalbar yang sedang bermain lato-lato, karena serihak pecahan lato-lato mengenai bola mata menjadi perhatian sekaligus keprihatinan. Meskipun kejadian itu sangat kasuistis karena bisa saja terjadi dalam satu dari 100 peristiwa tetap saja harus menjadi bentuk kewaspadaan.

Di awal popularitas permainan ini di tahun 1971, tepatnya 12 februari 1971, New York Times melaporkan empat insiden yang ketika itu membuat lembaga Food and Drug Administration (FDA) mengumumkan larangan permainan lato-lato, setelah melalui proses pengujian dengan menilai kecepatan dan risiko pecah saat berbenturan.

Bahkan ketika itu juga didukung larangan oleh Society for the revention of Blindness yang kuatir permainan ini sebagai salah satu pemicu kebutaan karena berbahan tempered glass.

Benda bernama lato-lato itu kini berbahan plastik padat, dulu bahkan lebih berbahaya lagi karena terbuat dari bola kaca atau tempered glass, sehingga sangat berbahaya sebagai pemicu cedera mata dari serpihannya.

Meskipun sebenarnya kita harus juga realistis, karena ketika sebuah ermainan menemukan zamannya, dengan sendirinya akan akan menjadi sebuah tred yang barangkali akan sulit untuk di bendung dan di batasi.

Tapi khusus untuk lato-lato, jikalaupun ada larangan dan anak-anak bermain sembunyi-sembunyi hal itu tidak mungkin dilakukan, karena inti lato adalah pada benturan dua bola yang mau tidak mau menimbulkan efek bunyi yang bisa monoton atau diatur menurut tingkat skili masing-masing orang.

Larangan pembatasan main lato-lato yang dikeluarkan dalam bentuk surat edaran dinas pendidikan di daerah-daerah tertentu larangan bermain lato-lato hanya di lingkungan disekolah. Dan larangan itu menjadi viral ditengah viralnya lato-lato itu sendiri.

Larangan itu merujuk ada UU nomor 20 tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional. Pertimbangan sederhananya berkaitan dengan kedisiplinan anak-anak, kapan harus bermain dan harus belajar.

Jangan larang kami main lato-lato

sumber foto-detik.com
sumber foto-detik.com

Kehadiran fenomena lato-lato semestinya juga disikapi positif. Jadi bukan sekedar larangan yang cenderung berbentuk pembiaran. Sekolah menurut para spikolog sekolah alih-alih melarang justru harus menjadi fasilitator menyalurkan hobi melalui sebuah kompetisi, yang mengajarkan sisi kejujuran dan sportifitas.

Apalagi lato-lato diyakini sebagai pengalih perhatian anak-anak dari kecanduan gawai yang paling tak terduga.

Anak-anak saat bermain lato-lato melatih konsentrasi, ketangkasan fisik, kepercayaan diri, dan sosialisasi.

Lato-lato menjadi sarana murah anak-anak untuk keluar dari kungkungan ruangan, bertemu orang-interaksi sosial, dan berolah raga sekaligus, belajar konsentrasi secara murah dan mudah.

Orang tua juga menemukan solusi dan menjadi momen mengurangi ketergantungan anak pada gawai. Ajang membagun interaksi sosial dari generasi Z yang sering disebut generasi alien, karena suka menyendiri dan generasi rebahan.

Yang menarik secara psikologis, permainan lato-lato ternyata bisa menumbuhkan pola pikir anak terkait proses, anak-anak akan belajar memahami kesuksesan itu harus menempuh proses dan tidak instans.

Persaingan soal kemahiran juga  menjadi lahan positif bagi anak dalam membangun konsep positif diri.  Selainya, orang tua juga bisa mengapresiasi anak ketika menunjukkan skill permainan lato-lato ini. Dan menjadi salah satu bentuk waktu berkualitas---Quality time antara orang tua dan anak.

Memberikan pemahaman nilai-nilai apresiasi orang tua atas kelebihan anak, sehingga anak-anak merasa berharga dan penting bagi tumbuh kembang anak. Dukungan diperluka jika ternyata harapan soal skill, konsentrasi atau fokus tidak sesuai harapan. Intinya manfaatkan kehadiran permainan sesuai masanya, ambil sisi positifnya, karena toh ketika datang permainan baru setelah semuanya bosan, akan ditinggalkan juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun