Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Larang Kami Main Lato-Lato

12 Januari 2023   01:30 Diperbarui: 12 Januari 2023   16:56 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi khusus untuk lato-lato, jikalaupun ada larangan dan anak-anak bermain sembunyi-sembunyi hal itu tidak mungkin dilakukan, karena inti lato adalah pada benturan dua bola yang mau tidak mau menimbulkan efek bunyi yang bisa monoton atau diatur menurut tingkat skili masing-masing orang.

Larangan pembatasan main lato-lato yang dikeluarkan dalam bentuk surat edaran dinas pendidikan di daerah-daerah tertentu larangan bermain lato-lato hanya di lingkungan disekolah. Dan larangan itu menjadi viral ditengah viralnya lato-lato itu sendiri.

Larangan itu merujuk ada UU nomor 20 tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional. Pertimbangan sederhananya berkaitan dengan kedisiplinan anak-anak, kapan harus bermain dan harus belajar.

Jangan larang kami main lato-lato

sumber foto-detik.com
sumber foto-detik.com

Kehadiran fenomena lato-lato semestinya juga disikapi positif. Jadi bukan sekedar larangan yang cenderung berbentuk pembiaran. Sekolah menurut para spikolog sekolah alih-alih melarang justru harus menjadi fasilitator menyalurkan hobi melalui sebuah kompetisi, yang mengajarkan sisi kejujuran dan sportifitas.

Apalagi lato-lato diyakini sebagai pengalih perhatian anak-anak dari kecanduan gawai yang paling tak terduga.

Anak-anak saat bermain lato-lato melatih konsentrasi, ketangkasan fisik, kepercayaan diri, dan sosialisasi.

Lato-lato menjadi sarana murah anak-anak untuk keluar dari kungkungan ruangan, bertemu orang-interaksi sosial, dan berolah raga sekaligus, belajar konsentrasi secara murah dan mudah.

Orang tua juga menemukan solusi dan menjadi momen mengurangi ketergantungan anak pada gawai. Ajang membagun interaksi sosial dari generasi Z yang sering disebut generasi alien, karena suka menyendiri dan generasi rebahan.

Yang menarik secara psikologis, permainan lato-lato ternyata bisa menumbuhkan pola pikir anak terkait proses, anak-anak akan belajar memahami kesuksesan itu harus menempuh proses dan tidak instans.

Persaingan soal kemahiran juga  menjadi lahan positif bagi anak dalam membangun konsep positif diri.  Selainya, orang tua juga bisa mengapresiasi anak ketika menunjukkan skill permainan lato-lato ini. Dan menjadi salah satu bentuk waktu berkualitas---Quality time antara orang tua dan anak.

Memberikan pemahaman nilai-nilai apresiasi orang tua atas kelebihan anak, sehingga anak-anak merasa berharga dan penting bagi tumbuh kembang anak. Dukungan diperluka jika ternyata harapan soal skill, konsentrasi atau fokus tidak sesuai harapan. Intinya manfaatkan kehadiran permainan sesuai masanya, ambil sisi positifnya, karena toh ketika datang permainan baru setelah semuanya bosan, akan ditinggalkan juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun