Maka selama berhari-hari mereka harus berganti lokasi menjalankan PDRI untuk menghilangkan jejak dari buruan tentara payung Belanda yang bisa saja membantai siapa saja yang ditemui. Mereka bahkan harus melakukan Sidang Kabinet lengkap PDRI pada 14-17 Mei 1949 di Silantai.
Strategi gerilya itu membuat rombongan harus tidur di hutan belukar, di pinggir sungai Batanghari dengan pasokan makanan terbatas. Mereka juga harus memanggul  radio, sehingga pihak radio Belanda  mengejeknya dengan Pemerintah Dalam Rimba Indonesia.
Eksistensi PDRI yang serba darurat itu jelas dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan dan pemerintahan negara RI tetap dapat berjalan efektif. Langkah itu juga menyelamatkan kabinet yang ada saat itu, meskipun Presiden dan Wakil Presiden Indonesia ditangkap Belanda. PDRI berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan sebagai pemerintah pusat.
Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Presiden Indonesia selama 207 hari. Sementara Lambertus Nicodemus Palar mendirikan perwakilan RI di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Berkat gerilya selama tujuh bulan di Sumatra memungkinkan keberlangsungan pemerintahan di tengah perang kemerdekaan sehingga memaksa Belanda untuk kembali bernegosiasi.
Mengapa syafruddin yang dipilih masih menjadi sumber debat sejarah. Syafruddin sendiri sebenarnya seorang negarawan dan ekonom yang selama masa Demokrasi Liberal, Â menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pertama.
Sejarah yang Bersambung
Sejarah tidak bisa berdiri sendiri menjadi potongan yang parsial, karena merupakan rangkaian perisitiwa yang saling berkorelasi. Sehingga setiap momen tidak hanya bisa mewakili satu peristiwa tetapi juga bagian dari peristiwa lainnya.
Saya ingat sejak duduk disekolah dasar, dalam pelajaran sejarah, ketika masuk bab kemerdekaan, fokus utamanya selalu tentang tokoh, dan peristiwa sejarahnya. Namun prosesnya sering menjadi "materi" yang tidak penting dan dilupakan.
Di negara lain, sejarah diajarkan dalam format narasi diskusi yang menarik layaknya fiksi sejarah. Jadi sejarah akan menjadi pelajaran menarik, jika bukan sekedar bercerita tentang peristiwa, tokoh dan tahun saja tapi juga proses.
Seperti kisah penyebaran proklamasi kemerdekaan, tidak hanya lewat media seperti surat kabar dan radio, tapi juga melalui pemasangan pamflet poster, dan spanduk yang dipasang dan ditempel diberbagai penjuru kota, hingga di gerbong-gerbong kereta api.
Termasuk kisah sejarah penangkapan Soekarno  dan Hatta sebagai tindakan gercep Belanda mengantisipasi proklamasi agar tak bisa terus berkembang. Begitu juga proses narasi dalam peristiwa agresi.