Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apapun Ceritanya, Kompasiana Itu, Palugada!

19 Oktober 2022   01:58 Diperbarui: 29 November 2022   11:38 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasigambar-toserba-manajemen keuangan

Atas dedikasi kerja mereka, pihak sekolah membayarnya sebesar 350 ribu yang diterimanya per tiga bulan sekali dan itu berlangsung selama belasan tahun.

Apa yang menarik dan patut ditulis dan dibagikan adalah agar keprihatinan ini dapat dirasakan bersama, bahwa kerja-kerja membangun negeri ini semata sebagai bentuk pengabdian luar biasa.

Mereka meyakinkan para muridnya bahwa negeri yang mereka tinggali ini juga masih Indonesia, meskipun tak memiliki fasilitas sekolah seperti daerah lainnya. 

Tapi mereka membuktikan bahwa meski desa mereka hanya sebuah noktah kecil di peta besar Indonesia, mereka ingin menunjukkan bahwa masih ada anak-anak negeri di desa terpencil jauh dari ibukota propinsi, bercita-cita tinggi. Mereka juga "Laskar Pelangi".

Begitu juga nyala semangat yang selalu dikobarkan para guru berdedikasi tanpa pamrih yang hanya ingin melihat anak-anak di pedalaman tumbuh menjadi pribadi-pribadi kuat.

Terbukti bahwa selama belasan tahun, anak-anak itu menunjukkan semangat pantang menyerah, sebagian dari murid-murid kelas dasar dan menengah kini telah melanjutkan sekolah di kota, bahkan ada yang menjejak perguruan tinggi.

Kisah-kisah mereka tersembunyi diantara hiruk pikuk program pemerintah mencerdaskan bangsa, sekolah-sekolah bergedung megah tapi bermutu rendah, dengan guru-guru yang berhitung untung rugi.

Disisi lain ada guru-guru di pulau yang harus berenang sejauh ratusan meter setiap pagi, jika laut bersahabat. Mereka tak ada waktu menunggu kapal motor antar pulau yang datang ketika matahari meninggi hari. Sementara bel mulai belajar, senam pagi harus pagi-pagi sekali dibunyikan dan dilakukan.

Dan para pahlawan itu entah atas dasar kekuatan apa yang membuatnya begitu kuat, berdedikasi, tanpa kenal lelah meskipun harus mengarung laut dalam arti yang sesungguhnya.

Tulisan-tulisan seperti itulah yang dulu sering saya ingin bagikan. Disela waktu kantor menunggu jeda pulang saya sisihkan menulis sebuah artikel, dengan sebuah harapan sederhana, kisah-kisah mereka akan didengar orang banyak.

Terutama para pemimpin yang duduk di kursi-kursi pemerintahan, dewan, siapa tahu berita ini sampai ke telinga mereka dan bisa menggugahnya perlahan. Bersama jutaan kompasianer lain, suara-suara kepedulian itu perlahan akan sampai satu persatu. Begitulah harapannya.

Sebuah Ruang Personal

Bahkah diary, puisi bisa kita tulis dan bagikan, tanpa perlu rasa jengah dan risih. Ada kala itu juga berisi suara hati, curhatan sengkarut masalah pribadi yang bisa saja dikritisi "anggota keluarga" lainnya.

Ya, kompasiana juga sebuah keluarga-big family. Persaudaraan dari semua sudut negeri bisa bertemu di ruang menulis ini, bertegur sapa, berinteraksi.

Kita bisa belajar kehidupan dari tulisan-tulisan, kisah dan bentuk persahabatan yang kita jalin. Ada waktu-waktu kita menjadi teman curhat bagi yang jatuh, ada kala justru kita yang butuh perhatian itu. Ada simbiosa mutualis dalam persaudaraan itu. Itulah sisi paling manis dari kehadiran ruang kompasiana kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun