ilustrasi gambar-menyusuri sungai bawah tanah-trip jalan-jalan
Sudah tujuh hari berlalu suaminya tak pulang, jadi istri teman saya menelepon beberapa temannya, dan kebetulan mereka juga tak punya kabar beritanya. Akhirnya sang istri lapor ke kantor polisi, melaporkan "kehilangan" suaminya. Untung polisi tidak bilang, jika dalam 2x24 jam tak ditemukan, ibu bisa merelakannya dan cari pengganti.
Di hari kedelapan, ternyata si suami pulang dengan wajah ceria karena "selamat"--rupanya hobi mancingnya membuatnya apes kali ini. Kapal ngadat dan hilang sinyal di lautan, praktis selama tujuh hari mereka hanya makan stok persediaan ditambah ikan hasil pancingan.
Karuan saja istrinya menangis sambil marah-marah, sementara si suami yang kebingungan tidak tahu jika statusnya sekarang adalah orang hilang dan hampir saja si istri bikin acara tahlilan untuk mendoakan keselamatan, atau jika musibah menjadi doa pengantar "lainnya".
Apa Mesti LaporÂ
Cerita soal hobi, memang punya dua sisi alias dualisme. Jadi kalau ada suami tak cerita ke istrinya soal hobi, bisa jadi ada hal penting yang jadi sebabnya. Persisnya sebenarnya mungkin bukan takut, seperti sinetron, "Suami-Suami Takut Istri", tapi karena takut bikin istri kuatir.
Seperti cerita teman di atas, hobbinya mancing di tengah laut ternyata tak pernah diceritakannya kepada istrinya. Paling hanya cerita hobi mancing di pinggir laut atau kali. Itupun biasanya pergi sendiri, kecuali jika melaut karena harus ada yang urus perahu, stok makanan dan lainnya.
Bagaimana dengan hobi yang menantang maut?. Bisa jadi saat akan menikah masing-masing pasangan sudah tahu latar belakangnya, meskipun kemudian ada komitmen untuk berhati-hati, ada kalanya ada yang terlewat atau dilanggar. Seperti hobi balap, hiking, menyusuri gua, atau keluar masuk hutan.
Ketika menikah kita terkadang mengurangi intensitas sebagai komitmen dan konsekuensi karena sudah memiliki keluarga yang harus dijaga dan dilindungi. Namun itu tak berarti menghilangkan hobi itu sama sekali.
Dulu saya juga hobi menyusuri gua, padahal di suatu ketika saya pernah berusaha masuk ke sebuah celah karang yang konon memiliki gua di dalamnya. Itu saja istri panik luar biasa. Apalagi begitu tahu isi gua itu dari rekaman dan foto yang saya ambil. Istri langsung panik.
Memang di dalam gua itu terdapat celah karang yang dalam yang harus dilewati para penyusur, yang jika tak hati-hati dan jatuh akan terperosok ke dalam jurang kecil yang cukup fatal. Tapi itu sama-sekali tak saya prediksi. Namun ketika di dalam justru itu menjadi tantangan yang luar biasa.
Pernah dalam satu kesempatan saya mengunjungi Gua Petruk di Jogjakarta, tanpa persiapan matang kami menyusuri sungai bawah tanah, dan itupun harus dilakukan pada tengah malam saat arus sungai surut dan akan naik lagi dalam beberapa jam setelah tengah malam lewat, sehingga kita harus berkejaran dengan waktu agar bisa menelusuri sungai bawah tanah dan sampai di tujuan tepat waktu.
Tanpa duduga panjang gua itu lebih dari satu kilometer, kami masuk pukul 12 malam, dan tembus di ujung terowongan gua pada pukul 7 pagi. Sepanjang perjalanan kami menyusuri sungai bawah tanah. Di bagian tengah karena sedikit terlambat, sempat harus menyelam. Sehingga basah kuyup. Sepanjang perjalanan, semua jenis binatang yang kami temukan, albino-putih pucat.
Uniknya dalam lorong-lorong yang gelap, ternyata ditemukan banyak pertapa. Entah untuk tujuan apa--mungkin pesugihan atau mencari kedamaian dunia?.
Khusus hobi ini saya tak pernah lapor istri, apalagi sekarang tak lagi dilakukan. Terakhir saat melakukan penelitian Gua Purba Tsunami di Gua Ek Lunti, Aceh Besar, saya tak turut masuk, karena kuatir dengan kotoran kalelawar yang saya yakini sangat berbahaya. Apalagi sebelumnya membaca bermacam artikel tentang penyakit yang ditimbukan dengan perantara kotoran kalelawar.
Hobi Menyesuaikan Keadaan
Kini untuk urusan hobi, memancingpun sudah jarang saya lakukan. Saat kecil, orang tua saya sering bilang, saya memiliki keberuntungan saat memancing. Hampir setiap kali memancing selalu membawa pulang hasil, tak pernah meleset. Begitulah cerita ibu saya, saya sendiri tak begitu ingat.
Bertahun kemudian, hobi yang saya lakukan bersama istri justru memotret, mengumpulkan buku, mengoleksi perangko, mengumpulkan pernak-pernik barang unik dan poster. jadi tak ada lagi "rahasia" yang harus dikuatirkan istri di rumah.
Hobi pada akhirnya mengikut sikon, memotret menjadi cara kami bisa bersama menekuni hobi sambil jalan-jalan, sedangkan hobi lainnya menjadi kesempatan kami mengisi waktu luang saat liburan atau seperti saat pandemi kemarin. Bahkan kini rencana membuat buku juga dikerjakan bersama di pustaka keluarga.
Petualangan keluar masuk gua, kini berganti menjadi memotret gua, cukup dari penampakan luarnya saja. Hobi menantang bahaya sudah jauh ditinggalkan, bahkan memancingpun kini lebih sering di kolam pemancingan bersama anak-anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H