Fenomena mundurnya ratusan PNS secara nasional menunjukkan beberapa hal terkait keberadaan profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai salah satu profesi yang lama menjadi rebutan diantara jutaan penduduk Indonesia.
Bahkan konon, profesi PNS menjadi salah satu indikasi seseorang dianggap sukses atau layak di terima oleh calon keluarga mempelai perempuan-si calon mertua.
Di Indonesia, masih terdapat pemikiran yang aneh, ketika kondite seseorang dianggap sukses jika telah menjadi abdi negara. Jadi jika anda seorang pengusaha sukses, tapi masih bergaya serabutan, apalagi ketika ditanya calon mertua, status pekerjaannya cuma pedagang, meski beromset Rp 100 juta per bulan, tetap saja masih diragukan.
Pemikiran itu muncul, menurut sebuah survey berkaitan dengan "kepastian masa depan". Jadi sebagian calon mertua berasumsi, seseorang dengan profesi PNS, artinya memiliki pekerjaan tetap, meski bergaji tetap.
Faktanya, sekalipun di gempur pandemi, yang membuat bisnis banyak gulung tikar, kantor PNS tidak akan tutup. Bahkan PNS berpeluang bisa memanfaatkan "Aktanya" sebagai jaminan untuk mengambil kredit yang bisa dimanfaatkan untuk sekedar kesenangan komersial atau bisnis.
Artinya PNS berpeluang untuk bisa menjadi pebisnis, tapi pebisnis belum tentu berpeluang jadi PNS-butuh seleksi ketat dan faktor Lucky-keberuntungan. Apalagi seleksi PNS banyak dipenuhi masalah.
Mundur Tanda Lebih Mandiri?
Beberapa alasan mundurnya para PNS yang muncul di media sosial, berkaitan dengan faktor gaji dan tunjangan yang dianggap masih di bawah UMR.Â
Sebenarnya cukup memprihatinkan, apalagi jika belum apa-apa orientasinya adalah gaji dan tunjangan UMR. Jika alasanya karena kehilangan motivasi setelah melihat rincian besaran gaji, jelas sangat tidak rasional. Buat apa bersusah payah jika telah lulus seleksi diantara jutaan pelamar, justru memilih mundur?.
Bukan persoalan apa-apa, karena inisiatif mundurnya ratusan PNS itu berimplikasi merugikan negara. Karena negara mengalokasikan waktu dan biaya untuk seleksi yang besar untuk segera mengisi  kekosongan formasi instansi yang seharusnya diisi para PNS yang lulus.
Padahal ada sanksi yang diterapkan bagi para PNS yang membatalkan atau mengundurkan diri dari kelulusannya. Biayanya juga tidak main-main, dari Rp 25 juta hingga Rp. 100 juta.