alodokter.com
Siapa yang pernah merasakan, betapa "rumitnya" memberi asupan obat untuk si kecil. Sering orang tua harus bergelut lebih dulu untuk bisa memberikan obat buat si kecil yang sedang sakit parah, harus minum obat, tapi ya ampun betapa sulitnya memasukkan sesendok obat anti demam rasa jeruk atau strawberry sekalipun.
Beruntung jika obatnya berbentuk salap, kompres, segala sesuatu yang tak perlu harus melewati mulut. Atau kita coba saja obat medis, jika tak cocok, ganti dengan herbal?.
Obat Tradisional-back to nature
Orang tua kita, memang luar biasa kalau urusan obat-obatan yang berlabel Kearifan lokal. Â Misalnya kalau anak masuk angin, yang sering bikin orang tua panik sampai hilang kesabaran, apalagi kalau si kecil menangis kala larut malam.Â
Orang tua kita, biasanya cukup mengambil daun jarak, di layukan dengan dipanaskn dengan api kecil, kemudian di balur minyak kelapa, lalu tempelkan di perut si bayi yang sakit, dijamin tak lama akan senyap kembali.
Ada beberapa yang menambahkan "bawang laki"-sebutan untuk bawang yang umbinya cuna sebiji, tidak berangkai, lalu haluskan sebagai campuran minyak kelapa.
Untuk luka, terlepas dari benar atau tidak orang tua saya dulu mengoleskan minyak tanah. Saya tak tahu persis secara medis, tapi minyak tanah memang tak menyisakan rasa pedis pada luka.Â
Sehingga anak-anak merasa aman, setiap kali terluka dan harus diobati dengan minyak tanah. Tapi ini butuh konsultasi medis untuk memastikannya, jangan-jangan malah cuma mitos. Untuk anak kok coba-coba?.
Bahkan untuk urusan luka pada kucing, orang tua jaman dulu, memberinya bubuk kunyit untuk mengeringkan luka. Dan ajaib, biasanya berhasil, meskipun pasti menyisakan sedikit rasa pedih.Â
Buktinya kucing biasanya kelabakan dan panik, setelah kena bubuk kunyit. Tapi sejenak kemudian normal dan tak lama lukanya mengering.
Intinya, pengobatan tradisional tetap menjadi alternatif yang tak boleh dilewatkan. Â Bahkan kini obat-obatan berlabel "herbal" semakin banyak di pasaran dan di toko obat dan semakin diminati orang yang ingin menjauhi obatan-obatan medis dan ingin "back to nature"-kembali ke alam
Banyak orang kini memanfaatkan lahan kecil di rumahnya menjadi sebuah kebun tanaman obat. Orang tua saya bahkan mengoleksi hampir semua jenis tanaman obat di lantai atas di rumahnya.
Roof topnya dijadikannya kebun kecil tempatnya bereksperimen sambil menikmati masa pensiunnya. Koleksi favoritnya adalah, semua jenis tanaman yang ada di dalam Al-Qur'an.Â
Bahkan jika ukurannya jumbo, diolahnya menjadi bonsai. Kebun penuh inspirasi ini menjadi tempatnya beraktifitas setiap harinya, dari sejak matahari menyembul cerah, hingga sore berwarna jingga. Masa pensiun yang indah!.
Bertarung Demi Obat
Mengapa harus bertarung?. Ibarat orang berkelahi seorang ibu terkadang harus memegang kuat anaknya sebelum memasukkan obat ke dalam mulutnya. Sehingga mirip orang sedang berkelahi. Anak saya, sering berkelakar, wah!, ini kekerasan dalam rumah tangga, tidak wajib di tiru, ketika melihat ibunya memberikan obat kepada adiknya yang kecil
Padahal dulu ia juga mengalami nasib yang sama, barangkali tidak ingat. Bermacam cara di gunakan untuk memasukkan sebutir pil atau sesendok sirup.Â
Dari di tumbuk halus, dicampur air, dicampur sirup, di bagi dalam beberapa kali asupan jika dosisnya banyak, menggunakan pipet, sampai jurus pamungkas, "memencet hidung", sambil memasukkan obat.Â
Meski sering berhasil, tapi kok rasanya seperti sebuah "penyiksaan". tapi ibu tetaplah seorang ibu, ia tahu batas antara kasih sayang dan "kekerasan" yang kita lihat.
Bukankah lebih sayang lagi jika buah hati kita, terus sakit, karena kesulitan kita memberikan obat?.
Kini dokter dan dunia medis semakin pintar, dengan memodifikasi banyak obat ke dalam bentuk sirup, karena untuk memudahkan dan kepraktisan. Disamping karena faktor-solusi banyaknya kesulitan yang dihadapi oleh para orang tua.
Padahal dahulu, kita sering mendapatkan resep "modifikasi" dari dokter. Obatnya ditumbuk dan dicampur, kemudian dipilah kedalam beberapa amplop, dengan "pertimbangan" obat sudah terbagi rata dan akan lebih mudah dikonsumsi oleh anak-anak.
Padahal, jika kita jeli, memangnya takaran sendok secara manual, bisa memastikan bahwa komposisi per ampul amplp obat itu punya jumlah takaran yang sama?.
Bagaimana jika komposisinya berbeda-beda, sehingga, misalnya kandungan Paracetamol-nya, lebih banyak di bungkus yang satu dan kandungan Salicylamide, Chorphenamine Maleate atau Phenylpropanolamine lebih banyak di bungkus lain. Apakah tidak berbahaya bagi lambung atau ada implikasi lain. Jika obatnya untuk menurunkan demam, panas, sakit kepa atau gejala flu misalnya?.
Tapi praktek ini dulu sering dilakukan, tapi kini sudah hampir tap pernah lagi terdengar dan terlihat. Enahlah jika di puskesmas atau klinik yang jauh di pedalaman.Â
Apakah prosedur jenis ini masih dilakukan atau telah menjadi acuan standar baru untuk tidak lagi dilakukan karena menyalahi aturan tata cara pengobatan.
Tapi begitulah kisah pertarungan orang tua dan anak dalam urusan obat. Kini dalam jaman yang semakin dipenuhi dengan bermacam gejala penyakit dan jenis penyakit yang begitu mudah menganggu kesehatan kita, pola hidup sehat adalah andalan utama agar kita tetap fit.'
Mulai dari istirahat cukup, konsumsi makanan sehat, makan teratur, asupan gizi seimbang, hingga menyiapkan kebun tanaman obat di rumah sebagai sebuah hobbies, kesenangan, tapi juga punya manfaat serbaguna.
Toh tanaman obat juga tak kalah indah bentuknya, seperti yang dilakukan orang tua di rumah, bahkan tanaman obat disiasatinya menjadi "tanaman bonsai". Â Ajaib, ternyata indah juga jadinya. Bahkan sesekali saya diundang menikmati bandrek dengan jahe merah asli made in dari kebunnya. Maknyus!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H