Dukungan lain datang dari Philip Yampolsky, seorang peneliti yang melakukan penelitian pada tahun 1980-1982, sebagai disertasi untuk University of Wisconsin. Disertasi Lokananta; A Discography of The National Recording Company of Indonesia 1957-1985, kini menjadi rujukan utama penelusuran arsip rekaman yang dimiliki Lokananta.
Sebenarnya perusahaan Lokananta ibarat bank sentral dalam industri musik di Indonesia. Hanya sayangnya, tidak didukung oleh pengarsipan dan pendokumentasian koleksinya yang jelas terhadap keseluruhan perkembangan khazanah musik dan industri musik di Indonesia.
Bens Leo musisi legendaris Indonesia, mantan wartawan media musik Aktuil, juga berperan penting dalam upaya mendorong kepedulian pada keberadaan Lokananta. Lokananta menjadi gudang dari begitu banyak back up karya musisi lawas Indonesia, termasuk yang mempunyai nilai sejarah penting seperti "Terang Bulan" dan "Rasa Sayange". Begitu juga dengan beberapa catatan theme song seperti film Badai Pasti Berlalu yang dibintangi Christine Hakim, termasuk maestro keroncong Waldjinah yang populer dengan lagu "Walang Kekek".
Ribuan arsip tersebut dapat menjadi bukti otentik jika di kemudian hari terjadi pencurian paten karya intelektual musik. Apalagi jumlahnya juga luar biasa, saat ini masih tersisa 5.000 arsip lagu dan 40.000 keping piringan hitam, dalam kondisi tidak terawat dan terancam pelapukan.
Perlakuan ini berbeda jauh dengan industri perfilman, yang sejak tahun 1975 telah memiliki Sinematek Indonesia (SI), yang menyimpan segala jenis dokumentasi film, beserta atributnya termasuk pernak-pernik seperti undangan pemutaran film-gala film.
"Quo vadis" Lokananta?
Bagaimanapun sosok tua Lokananta menunggu para musisi muda yang peduli dan menggantikan peran para virtuoso masa lalu yang menunggu uluran kepedulian itu. Padahal dengan status sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada awalnya, semestinya Lokananta mendapat perlakuan yang lebih baik, tetapi sebaliknya justru semakin menambah ketidakjelasan nasibnya.
Barulah sejak tahun 2004, statusnya berubah di bawah kendali Perum Percetakan Negara RIÂ (PNRI), dengan nama baru Perum PNRI Cabang Surakarta, atas inisiatif mantan Ditjen Pembinaan Pers dan Grafika. Tetapi tetap saja hal tersebut belum sepenuhnya mengangkat nasib baik Lokananta.
Bagaimanapun sosok tua Lokananta menunggu para musisi muda yang peduli dan menggantikan peran para virtuoso masa lalu yang menunggu uluran kepedulian itu.
Bagaimana masa depan perusahaan musik tertua Lokananta, mungkin harus mendapat respons lebih positif dari negara dan para musisi Indonesia. Pameran Cassette Recorder: Cassette Reborn yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta pada 15-22 Maret 2022 menjadi pengingat bagaimana kaset-kaset sebagai artefak budaya perekam nyanyian kehidupan yang mewakili keberagaman khazanah musik dan industri musik Indonesia.