Dan dalam kesempatan yang sama, giliran teman didepannya langsung membuka resleting kantong rangsel depan dan menarik beberapa amplop yang memang saya letakkan di depan. Dalam posisi itu saya langsung bergegas melompat turun.
Beruntung saya tidak didorong atau di silang kaki sehingga tidak jatuh terjerembab. Mungkin karena mereka pikir sudah dapat "hasil copetan". Padahal kumpulan amplop itu berisi undangan acara dan amplop bekas "lumpsum dan uang transport" yang kosong.
Mereka sempat melihat ke arah saya sebelum kereta akhirnya berjalan kembali. Saya bayangkan mereka pasti akan kecewa berat dengan hasil copetan kal ini. Tapi saya juga sedikit merasa kuatir, jika teman seperjalanan itu dituduh memberitahu ada copet, bisa saja ia habis dihajar komplotan yang kecewa itu. Tapi jurus amplop kosong bisa menjadi "trik" mengelabui copet.
Beruntung selama perjalanan tadi, kami mengobrol dengan cara 'aneh" seperti dua mata-mata yang saling bicara tapi tak terlihat mengobrol. Karena sejak awal teman itu tahu ada kawanan copet yang sedang beraksi.
Saya bayangkan jika korbanya adalah perempuan dengan perhiasan emas, atau tas jinjing kecil, pastilah ludes barang berharganya.
Tapi meskipun telah diketahui identitas, namun publik tidak berani melaporkan pihak kepolisian agar bisa bertindak cepat. Begitulah fenomena copet di kendaraan umum dan di ruang publik.
Solusi ABC
Aksi Berantas Copet (ABC), istilah itu muncul dalam sinetron  "Preman Pensiun". Di dalam tayangan sinetron itu, digambarkan ada kawanan copet yang keras kepala dan menganggap copet sebagai "bisnis memindahkan uang" jadi dianggap bukan kejahatan.Â
Mereka melakukan rekruitmen dengan memilih target; para pengangguran, orang butuh uang dan tidak kuat iman. Poin ketiga poin penting dari dua lainnya.
Calaon pencopet kemudian akan di cuci otak dan mendapat pelatihan hingga menjadi pencopet mandiri yang mahir. Tak peduli mahasiswa atau pengangguran asal tak kuat iman semua bisa jadi pencopet.
Dengan pola berpikir atau paradigma berpikir sebagai bisnis memindahkan uang, copet menjadi "bisnis kejahatan" yang meresahkan tapi dianggap profesi biasa. Apalagi mereka konon mempersenjatai dengan trik silet yang berbahaya.Â
Terutama karena mereka menggunakan senjata itu untuk merobek tas atau dompet sekaligus menjadikan senjata jika kepepet. inilah salah satu yang menyebabkan mereka terkesan menakutkan.
Bagaimana jika kejadian itu terjadi di dalam kendaraan umum, bukan di kereta api?. Jika kita bertindak sebagai "Whistle blower", terhadap calon korban, yang mudah cemas dan panik, bisa ketahuan dan akan membahayakan kita sendiri.
Jika dulu para pencopet bermain di kelas ekonomi, sekarang modus copet sudah semakin liar. Sasaran mereka tidak hanya uang dalam dompet, tapi juga hape dan laptop, serta kamera. Dan mereka juga merambah ke moda transport ekslusif, dengan modal besar, berharap hasil copetnya juga naik kelas.