Indrapuri-Indrapurwa dan Indra patra. Segitiga itu berbentuk seperti Jiee, atau tampi dalam bahasa Aceh, yang berbentuk segitiga. Wujud ketiga titik melambangkan tiga titik penting batas Kerajaan Aceh.
Di Peunayong itulah bauran kebudayaan antara Etnis tionghoa dan Aceh menjadi sebuah potret tentang keberagaman yang hingga saat ini tidak pernah berubah.
Jika mengunjungi Pasar Peunayong saat ini terdapat sebuah sudut pasar dengan hiasan lampion dan dinding mural yang bergambar Laksamana Cheng Ho menghiasi sudut pasar di bundaran utama dekat dengan Jembatan Peunayong.
Saat ini sedang dalam renovasi besar-besaran untuk menjadikan situs sejarah Peunayong menjadi square, sekaligus ruang pengingat sejarah kejayaan Kerajaan Aceh, dalam format ekonomi yang berbaur banyak etnis.
Dalam ramadhan seperti sekarang ini, Peunayong adalah wakil dari geliat ekonomi paling bergairah. pasarnya tak pernah mati selama dua puluh empat jam. Deretan toko di siang hari dan keramaian pasar sayur di malam hari.Â
Bahkan di ujung jemmbatan masih terdapat pelabuhan bebas, tempat merapat kapal-kapal usai melayar. Berlabuh, bersandar, istirahat sejenak sebeum malamnya berangkat menembus samudera lagi.
Deretan toko itu sebagian besar dimiliki para etnis tionghoa yang telah bermukin puluhan tahun, sejak awal berdirinya ruang ekonomi bisnis tersebut.
Dan gairahnya semakin menguat dengan kehadiran Festifval Peunayong, Festival Meugang dan Bazar besar selama menjelang berbuka. Ratusan kedai berderet di area itu. siapapun berhak berniaga tanpa perbedaan.