Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspadai Tahapan Act-out Sebelum Menjadi Predator

14 April 2022   02:09 Diperbarui: 24 April 2022   16:36 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

chatnews

Pornografi dan seksualitas adalah sekeping mata uang. Seksualitas sudah setua umur manusia. Manusia mulai mengenalnya sejak Adam-Hawa turun ke bumi karena buah Khuldi.

Mulanya, ketika Kabil-Habil berseteru, tentang rupa dan daya tarik seksualitas, hasrat alamiah-kodrati, karena  adanya nafsu dalam tubuh manusia. Insting alamiah itu berkembang, sebagai bagian dari cara manusia ber-regenerasi, membiakkan keturunan.

Suatu ketika dalam sebuah riwayat nubuah diceritakan, nafsu diperintahkan untuk tunduk kepada sang pencipta, tapi ia menolak. Maka selama 1.000 tahun ia mendekam di neraka. 

Ketika kali kedua ia dihadapkan pada sang pencipta, sekali lagi ia menolaknya. Dan kali ketiga ia baru mengiyakan, bahwa Tuhan adalah penciptanya. Nafsu keras kepala, dan ia menularkannya kepada kita.

happy-asian-family-using-computer-laptop-together-sofa-home-living-room-74952-1224-6257c0cabb448631a81ddd75.jpg
happy-asian-family-using-computer-laptop-together-sofa-home-living-room-74952-1224-6257c0cabb448631a81ddd75.jpg

Nafsu Alamiah yang Tabu

Baca artikel antipornografi lainnya; Empat Tahap Pornografi Mengubah Anak Menjadi Predator

foxnews
foxnews

Masih ingat dengan film Basic Instinct (1992),  garapan sutradara Paul Verhoeven, film bergenre detektif yang dibumbui dengan unsur misteri, thriller, klasik, dan erotisme?.

Bintang Sharon Stone, Michael Douglas, George Dzundza, dan Jeanne, menjadi bincang dan debat ketika film ini diluncurkan. Tentang pantas atau tidak pantas dijadikan tontonan. Film ini kontroversial di zamannya karena mengeksploitasi sensualitas secara vulgar.

Padahal basict instinct adalah sebuah kondisi alamiah, bukan sesuatu yang spesial, melekat dalam diri setiap orang. Hanya cara mengimplementasikan dalam wujud sebagai seksualitas, erotisme, pornografi , moral estetika yang berbeda cara.

Memahaminya saja bisa berbeda-beda, sebagian menganggap tubuh-seksualitas dan erotisme adalah performance art, lainnya menganggap murni sebagai pornografi. Sekali lagi ini soal cara pandang. Apalagi pemaham agama-religiusitas.

Banjarmasin Post
Banjarmasin Post

Di era basict instinct, materi seksualitas masih lebih banyak dalam format cetak, offline-stensilan daripada benda digital. Sehingga tak mudah "menemukan" konten bermuatan pornografi. Bahkan ketika itu, seksualitas, lebih banyak muncul dalam narasi-narasi daripada visual.

Novel "Harimau" karya Mochtar Lubis adalah salah satu novel sastra klasik yang didalamnya memuat kisah tentang kehidupan "gelap" dengan esensi bumbu seksualitas yang terbalut sastrawi.

Ketika anak-anak mendapat tugas meresensi-mereka menemukan fakta-fakta seksualitas itu sebagai "tabu", sehingga menuliskan resensinya secara metafora, agar tak terlihat condong pada seksualitas, tapi bisa menceritakan sisi kehidupan ibukota yang gelap.

Dalam tradisi ketimuran yang lebih tradisional, seksualitas adalah "larangan", sehingga banyak pembelajaran yang "terlambat" kita dipahami.

Agama menjadi perantara paling esensial, memberi pemahaman tentang seks melalui masa pancaroba perempuan-laki laki, ketika aqil baligh--telah sampai umur dewasa.

Ditandai, "cetak biru" biologis. Perempuan akan mendapat ritual "datang bulan" dan laki-laki mendapat "rembulan".

Sedangkan Barat yang moderat membawanya ke ranah pemahaman biologis. Seksualitas berkembang karena perubahan hormon yang ditandai perubahan pita suara pada laki-laki, dan menstruasi pada perempuan.

Penjelasannya biologis-sentris. Lebih pada cerita tentang sel indung telur-ovum yang belum lagi terbuahi sehingga berproses menjadi menstruasi.

Esensi keduanya sama, hanya cara pendekatannya yang berbeda. Intinya anak-anak telah ber-metamorfosa menjadi mahluk dewasa.

Popmama
Popmama

Pesatnya Dunia Pornografi

Internet adalah medium digital, sebuah lompatan teknologi. Dalam Connected karya Nicholas A. Christakis dan James H. Flower, katanya, "internet adalah penemuan manusia yang paling tidak bisa kita mengerti. 

Memberi sentuhan kemajuan yang luar biasa, namun juga menyembunyikan bahaya yang sering tidak bisa kita pahami". Artinya sejak awal internet menjadi alat mempermudah kerja-kerja manusia, tapi seperti biasa ia juga berlaku seperti mata pisau

Konten pornografi semakin merajai isu di berbagai media digital di Indonesia, lantaran makin mudahnya akses digital.  Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkap ada 1.573.282 konten negatif yang tersebar di situs internet sepanjang Januari hingga Oktober 2021. 

Dari lebih 2,6 juta konten negatif di internet, hampir setengahnya terkait pornografi. Bahkan jika kita saksikan materi tayangan iklan juga telah dipenuhi dengan visualisasi yang mengarah pada pornografi.

Hasil Profil Pemetaan Pornografi Online di Indonesia yang dilakukan olehKementerian Pemberdayaan Perempuan dan PerlindunganAnak, tahun 2016 terdapat 209 website pornografi yang bisa diakses oleh siapa saja, termasuk anak dan remaja.

Padahal jika merujuk UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Aktifitas mengarah pada pornografi berkonsekuensi hukum. Usaha meminjamkan atau mengunduh pornografi dalam bentuk apapun.

Apalagi memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat hubungan seksual, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak, ancaman hukumannya maksimal 4 tahun penjara.

Selain itu, orang yang membeli online video porno juga bisa dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat (1) UU ITE, hukuman maksimal 6 tahun penjara. 

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Namun hal itu tak mampu mengerem laju perkembangan pornografi yang semakin marak, hingga ke ruang privacy yang tidak terdeteksi dengan mudah.

Anak-Anak Pecandu Pornografi Narkolema

anak-nonton-tv-20160315-153214-625726613794d155b228edb2.jpg
anak-nonton-tv-20160315-153214-625726613794d155b228edb2.jpg

Ketika membahas pornografi, kita selalu menyalahkan mediumnya-internet, karena kita selalu kalah canggih dengan perkembangannya.  Perubahan yang begitu cepat (disrupsi) juga terjadi dengan kebiasaan anak menonton konten pornografi. Ibarat PANDEMI, pornografi menyebar dengan cepat, membutuhkan tidak hanya solusi LOCKDOWN, tapi perhatian keluarga yang intens.

Apalagi kemudahan menjangkau situs pornografi melalui website pornografi banyak yang tidak berbayar. Situasi itu bertambah rumit, karena gadget sudah menjadi alat yang sangat personal-privacy.

Sedangkan pendidikan kita tentang seks masih begitu kurang dan penuh dengan tabu dan larangan.

Bahaya utama dari kecanduan pornografi adalah Narkolema (Narkoba lewat mata), pornografi yang dilihat oleh seseorang yang memiliki efek kecanduan dan daya rusak sebagaimana pada pengguna narkotika. Kerusakan yang dialami akibat kecanduan pornografi adalah rusaknya otak bagian depan (pre frontal cortex/ PFC), ketika semakin sering berinteraksi dengan konten pornografi.

PFC adalah bagian otak spesial manusia, berfungsi mengatur fungsi eksekutif, yaitu kemampuan merencanakan sesuatu, membuat keputusan, memecahkan masalah, mengontrol diri, mengingat instruksi, menimbang konsekuensi dan masih banyak lagi.

Secara perlahan, PFC yang mengatur etika, pengaturan emosi, bisa mengalami kerusakan permanen. Kerusakan yang fatal membuat anak-anak kehilangan logika dan bertindak di luar nalar.

Diawali dengan stimulan konten porno, kemudian melakukan coba-coba, termasuk dengan kelompok atau korban yang lebih junior, sampai akhirnya menjadi kebiasaan-habit, dan berujung pada candu-addict. 

Aksi-aksinya akan semakin berubah, menyasar korban secara acak, dari sekedar menggoda orang di jalanan, hingga melakukan pelecehan langsung.

Para ahli neuroscience dan neuropsychology menyatakan, bahwa seks dan pornografi bisa menjadi adiksi (DSM/ Diagnostic Statistical Manual of Mental Disroder), melalui aktivitas menonton konten porno-dari film atau video khusus, hingga menjadi candu.

Tahapan anak-anak kecanduan hingga menjadi seorang predator seks, menurut Kastleman, (2007), dimulai dari tahapan;

Addiction (kecanduan); Dari kebiasaan membaca konten pornografi secara tidak sengaja yang muncul di laman-laman pornografi, hingga mengulanginya dan memburu materi hingga terpuaskan. Gelisah adalah efek kecanduan yang paling mudah terdeteksi. Serupa dengan anak-anak kecanduan gameonline, yang tidak bisa lepas dari gadgetnya.

Escalation (eskalasi); Semakin akut, akan mengalami efek eskalasi. Kebutuhan untuk menikmati konten pornografi semakin menguat, bahkan semakin  liar dan menyimpang dari kebiasaan umum.

Desensitization (Desensitisasi); Kondisi dimana anak-anak kehilangan daya sensitif terhadap perilaku kekerasan, kehilangan empati. Segala sesuatu yang dianggap larangan menjadi sesuatu yang normal dalam logikanya.

Act-out; tahapan ini menjadi sangat berbahaya, anak-anak akan meniru, ia telah berubah menjadi seorang "penjahat seksual", melampiaskan keinginan, berbayar atau tidak. 

Apapun dan sekecil apapun peran dan perhatian orang tua harus "dipaksakan" dalam kondisi ketika digitalisasi membawa pornografi seperti layaknya pesan iklan biasa. 

Kepedulian, komunikasi, menjadi satu-satunya jalan mempersempit peluang anak-anak untuk leluasa mengakses konten pornografi.

Meskipun dengan alasan kebutuhan belajar, bimbingan dan dukungan orang tua dengan alasan apapun harus menjadi aktifitas yang tidak bisa diabaikan. 

Minimal kita berusaha bisa mengenali gejalanya, ketika anak terlalu menyimpan rahasia dengan penggunaan gawainya. Sikap menyendiri, terobsesi dengan tokoh, film, karakter yang bisa menjadi perantara ke konten-konten pornografi yang menjadii kekuatiran kita.

Quality times, meskipun singkat agaknya menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar, jika kita tak mau kehilangan masa depan putra-putri kita.

referensi; 1,2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun