Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

6 Rolls-Royce Chow Yun-fat Si Anak Bellboy

12 April 2022   20:16 Diperbarui: 17 April 2022   14:38 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marah meskipun wujud emosi yang sangat kompleks, adalah reaksi emosi yang wajar. Hanya saja bagaimana mengelolanya, agar tidak merugikan diri sendiri dan menyakiti orang lain itu persoalan yang tidak sederhana.

Mengelola amarah dengan tepat menjadi solusi dan motivasi. Emosi meningkatkan intensitas atau energi dalam mencapai tujuan, dan bentuk ekspresinya harus menjadi alasan untuk bertindak.

Dalam sebuah catatan rekor Guinness Book of Record 2005, tercatat nama pasangan Percy Arrowsmith dan Florence, sebagai pasangan suami istri tertua di dunia. Telah menikah 80 tahun, keduanya, berusia 105 dan 100 tahun.

Apa rahasia umur panjangnya?. "Kami tak akan tidur sebelum menyelesaikan konflik. Tidak enak tidur membawa kemarahan. Jika bertengkar, kami berusaha saling memaafkan sebelum larut malam, supaya hari itu bisa ditutup dengan ciuman dan genggaman tangan."

Kita bisa mengelola amarah jika kita juga memahaminya, seperti kata Ray, seorang pakar-anger management.

Wajah amarah 

Suatu ketika, seorang ayah membeli sebuah mobil baru. Putrinya begitu gembira, dan ketika mobil itu diparkir di garasi, ia mengambil spidol dan mencoretinya dengan tulisan. Betapa marahnya sang ayah dan memukuli tangan putrinya itu hingga terluka.

Akhirnya ia membawanya ke dokter. Kata dokter, jari-jari putrinya itu, tak bisa diselamatkan. Si anak merasa bersalah dan meminta maaf pada ayahnya. "Yah, aku minta maaf karena mencoret-coret mobil ayah, aku cuma mau menulis, "aku sayang ayah", tolong kembalikan jari-jariku.

Sang ayah lebih menyesal lagi dengan nasib putrinya, karena ternyata coretan di mobil itu memang bertulisan "AKU SAYANG AYAH".

Wujud "wajah amarah" memang luar biasa, ada yang hanya sekedar diam membisu, ada yang meledak-ledak, seperti kemarahan ayah dalam cerita di atas.

Amarah, bisa saja sekedar, pasif agresi; kita mungkin biasa melakukan jika kita jenis orang yang tak bisa mengekpresikan marah secara langsung. Menahan pujian, Menjaga jarak dengan lawan pemicu kemarahan, bisa jadi pasangan kita?. Model kemarahan ini bisa berlangsung lebih lama, jika tak ada kesadaran atau titik temu, semisal-mengalah.

Sarkasme; Melontarkan sindiran halus, salah satu produk amarah jenis ini. Membuka aib orang, dalam politik jenis kemarahan ini adalah yang paling umum terjadi dan dilakukan. Termasuk jenis kampanye hitam-black campaign untuk mendudukan lawan politik dalam situasi bersalah, atau terbuka aibnya.

Kemarahan Dingin; cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah, karena bisa memancing emosi kambuhan yang lebih besar. Bahkan ada kecenderungan menolak menjelaskan apa yang menjadi sebab kemarahanya.

Permusuhan; Ketika bos marah karena pekerjanya lamban, ekspektasi hasil kerja karyawan rendah, tak hanya air muka yang berubah, bahkan nada bicara-intonasi menggambarkan emosinya.

Agresif; Jika kita sudah memborong jenis hewan di kebun binatang, mendorong, memukul, maka kita berada dalam jenis kemarahan Ekstrim (kuat). Jika bisa menghindar, mungkin kita akan menjauhi orang yang sedang dilanda kemarahan agresif, kalau tak mau jadi korban.

Pribadi yang memiliki tingkat toleransi rendah, sering dihinggapi penyakit ini, dan merasa tak selayaknya mendapatkan kondisi buruk, karena sukar mengambil hikmah dari  setiap kejadian.

Mungkin banyak dari kita harus belajar menjadi "orang kuat", yang sanggup menahan amarahnya sendiri, betapapun sulitnya. Ramadhan kali ini bisa menjadi momentumnya.

referensi; 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun