Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Buah Kekerasan Jatuh Tak Jauh dari Pohon Kegagalan Sosial

10 April 2022   14:50 Diperbarui: 12 April 2022   10:44 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Intensitas keramaian bertambah marak dengan kebiasaan para remaja, berkumpul dengan kelompok, berjalan-jalan, atau konvoi bersama dalam kawanan, setelah kondisi pandemi tak lagi ada pembatasan, zona merah. Ditambah lagi ketika memasuki bulan Ramadhan. Mereka memanfaatkan waktu menunggu buka-ngabuburit, atau begadang hingga waktu sahur.

Kebiasaan itu menjadi sesuatu yang jamak. Para orangtua juga bersikap permisif, karena perubahan kebijakan pandemi yang semakin longgar.

Namun belakangan justru muncul ancaman baru tindak kekerasan dalam intensitas tinggi yang sangat menganggu. Motifnya kejahatan, perampokan dengan kekerasan seperti kejahatan begal, yang dikenal dengan istilah "klitih".

Di sisi lain aksi tawuran juga bertambah marak. Kelompok pemuda antar kampung, antar kawasan, geng motor, bergesekan, karena banyak hal, kecemburuan sosial, arogansi kelompok, bahkan karena hal sepele. 

Detik.com
Detik.com

Beberapa kasus terbaru di Jakarta, berakhir dengan banyak korban nyawa. Kondisi itu menjadi "noda" dalam kesucian bulan Ramadhan tahun ini.

Tak hanya di Jogjakarta, fenomena kekerasan, tawuran, di Jakarta juga mengambil korban nyawa. Muhammad Diaz menjadi salah satu korban tewas dari aksi kekerasan jalanan di daerah Palmerah. 

Diaz yang awalnya hanya melerai temannya yang bertikai ketika membangunkan warga sahur, menjadi korban martir perkelahian antar-remaja pada dini hari itu.

Kasus serupa menimpa warga Cimuncang, yang mengalami kekerasan akibat di serang 20 orang bersenjata, menggunakan sepeda motor, ketika sedang mencari makan untuk sahur. Demikian juga dengan beberapa kasus lainnya.

Fenomena kekerasan yang muncul sepertinya begitu mudah dipicu, tak peduli dengan situasi Ramadhan, terutama pada saat menjelang sahur.

Apa yang melatarbelakangi bibit-bibit kekerasan tersebut?

Detik.com
Detik.com

Kegagalan Sosial

Remaja adalah kelompok rentan korban dari sistem sosial yang gagal. Tindak kekerasan yang makin marak terjadi, dipicu oleh banyak ketimpangan yang terakumulasi pada ketidakpuasan sosial, kondisi ekonomi sulit, dan gangguan budaya akibat maraknya penggunaan gadget, semenjak pandemi. 

Ketika pembatasan pandemi dikurangi, para remaja menjadi bebas dan bisa beraktivitas normal. Kembali pada kebiasaan lama, berkumpul dengan teman-teman, beraktivitas di jalanan, bahkan di malam hari.

terkini.id
terkini.id

Ditambah lagi kondisi selama Ramadhan menjadi alasan para remaja memperluas kegiatannya, bertarawih dan sahur, dengan lebih banyak beraktivitas di jalanan, padahal rawan menjadi pemicu kejahatan.

Keberadaan kelompok-kelompok remaja, terutama yang bergabung dalam gank, adalah "bom waktu" yang dengan mudah disulut konflik. 

Seperti kasus yang menimpa Diaz, hanya karena mereka masuk ke wailayah kampung lain untuk patroli sahur, akhirnya berkonflik dan berakhir dengan korban nyawa.

Situasi pandemi juga menjadi stimulan yang dapat menjadi pemicu masalah. Kecenderungan kelompok atau individu yang berusaha mencari eksistensi diluar rumah dengan jalan kekerasan, sebagai fenomena biasa.

Ketimpangan Ekonomi

Pandemi menciptakan kondisi ketimpangan ekonomi sebagai imbas dari kebijakan pengetatan sosial, bertambahnya kemiskinan, berkurangnya lapangan kerja dan menurunya daya beli (purchasing power), pendapatan. 

Kontrol Keluarga Menurun

Orangtua juga tidak sepenuhnya dapat mengontrol aktifvitas anak-anaknya. Perhatiannya menurun, karena lebih fokus mengatasi kondisi ekonomi keluarga yang sedang krisis,.

The Prakarsa
The Prakarsa

Anak-anak berkecenderungan mencari jalan eksistensi sendiri. Ada perubahan pola pengasuhan anak-anak akibat kondisi pandemi. Sejak pembelajaran secara daring diberlakukan, akses anak-anak terhadap gadget (gawai) meningkat pesat.

Dengan alasan tugas sekolah, anak-anak mendapat kesempatan menggunakan gawai lebih lama. Orangtua yang tidak sepenuhnya memiliki waktu, atau bahkan gagap teknologi (gaptek), menyerahkan sepenuhnya penguasaan gadget pada anak-anak tanpa pengawasan yang ketat atau bahkan sama sekali tidak diawasi.

Anak-anak leluasa menggunakan ponsel, kendaraan, bahkan alokasi uang tambahan untuk sekadar membeli quota. Pelan tapi pasti aktivitas yang dipicu pandemi ini menjadi sebuah kebiasaan-habit dan kecanduan-adict. Terutama bermain game online yang marak, dan "berbayar". 

Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan. Beberapa kasus kejahatan yang menjadi temuan, dilatarbelakangi akibat bermain game online atau judi online berbayar melalui pengisian token.

Remaja, masih berada dalam pemahaman mekanisme bekerjanya moral, tanggungjawab sosial, dampak sosial, dan dampak bagi dirinya sendiri secara pribadi, dalam kadar yang belum matang.

Buktinya masih banyak terjadi kasus kekerasan fisik, verbal, bullying, trafficking (perdagangan manusia), bahkan kekerasan seksual, seksualitas bebas di kalangan remaja, bisnis seks online, yang bermula dari media sosial dengan perantaraan gawai.

Pola pengasuhan yang tanpa kontrol dan minim perhatian itulah yang membuat anak dan remaja mencari identitas diri di luar rumah. Kondisi memburuk jika lingkungan juga tidak memberikan fasilitas dan perlindungan kepada mereka.

Bagaimanapun sebagai mahluk sosial, ada "ketergantungan" semacam simbiosis mutualisme dengan orang lain maupun lingkungan. Tidak setiap orang memiliki kondisi sosial yang baik. Masalah internal, personality atau kepribadian, bisa menjadi salah satu penyebabnya. 

Demikian juga dengan kondisi sosial-ekonomi selama krisis. Kemunculan fenomena tindak kekerasan, tawuran, klitih juga dipicu kondisi kegagalan sosial tersebut.

kompas.com
kompas.com

Kewaspadaan Komual 

Kemunculan berbagai kasus dan cara meminimalisir masalah menjadi tanggung jawab komunal.

Menyerahkan tanggung jawab kepada pihak sekolah sebagai formula solusinya, sejauh ini juga telah dilakukan dengan memberikan pembelajaran tentang agama, mendorong keterlibatan dalam kegiatan eskul, sebagai "ruang positif" mengurangi gejolak beraktivitas negatif. Namun anak-anak masih menganggap solusi itu bagian dari formalitas belaka.

Berbagai masalah yang dihadapi, tidak lagi sederhana. Beberapa bahkan bersifat simbiosis parasitisme-hubungan pertemanan namun memiliki konsekuensi, semacam anggota genk-mafia-yang membayar dan membela kelompok.

Kerawanan sering muncul ketika para remaja berkelompok. Ketika berada dalam kelompok, kecenderungan para remaja menjadi "lebih berani", bahkan bisa menstimulasi mereka melakukan tindak kekerasan bersama, seperti kasus yang menimpa warga Cimuncang.

Semua komponen dalam semua strata sosial harus berkontribusi. Regulasi atau aturan seperti pemberlakuan sistem jam malam untuk anak-anak menjadi urgen sebagai cara pembatasan aktivitas dan memudahkan kontrol.

Dukungan lain dari kepolisian melalui filterisasi, patroli di titik-titik rawan khususnya malam hari, bertujuan memecah konsentrasi atau membubarkan kerumunan, pawai, arak-arakan, konvoi berkelompok, balapan liar. 

Melakukan edukasi persuasif dan pendataan untuk memudahkan melacak keberadaan para pelaku yang terindikasi, keluarga, dan solusi ketika timbul masalah.

Terutama menguatkan pemahaman tentang konsekuensi hukum akibat tawuran atau kekerasan di jalanan.

Kekhawatiran kita tentang dampak pandemi terhadap perubahan fenomena sosial, kini semakin membuka mata kita, bahwa banyak persoalan tersembunyi muncul menjadi masalah sosial baru dengan intensitas tinggi. 

Solusinya tidak lagi sederhana. Selama pandemi dan gangguan ekonomi belum pulih, fenomena kekerasan jalanan, tawuran masih menjadi bahaya laten yang mudah dipicu, bahkan oleh isu sepele.

Munculnya kekerasan, tak jauh dari akibat kegagalan sosial- Ibarat buah tak jatuh jauh dari pohonnya.

Referensi; 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun