Buktinya masih banyak terjadi kasus kekerasan fisik, verbal, bullying, trafficking (perdagangan manusia), bahkan kekerasan seksual, seksualitas bebas di kalangan remaja, bisnis seks online, yang bermula dari media sosial dengan perantaraan gawai.
Pola pengasuhan yang tanpa kontrol dan minim perhatian itulah yang membuat anak dan remaja mencari identitas diri di luar rumah. Kondisi memburuk jika lingkungan juga tidak memberikan fasilitas dan perlindungan kepada mereka.
Bagaimanapun sebagai mahluk sosial, ada "ketergantungan" semacam simbiosis mutualisme dengan orang lain maupun lingkungan. Tidak setiap orang memiliki kondisi sosial yang baik. Masalah internal, personality atau kepribadian, bisa menjadi salah satu penyebabnya.Â
Demikian juga dengan kondisi sosial-ekonomi selama krisis. Kemunculan fenomena tindak kekerasan, tawuran, klitih juga dipicu kondisi kegagalan sosial tersebut.
Kewaspadaan KomualÂ
Kemunculan berbagai kasus dan cara meminimalisir masalah menjadi tanggung jawab komunal.
Menyerahkan tanggung jawab kepada pihak sekolah sebagai formula solusinya, sejauh ini juga telah dilakukan dengan memberikan pembelajaran tentang agama, mendorong keterlibatan dalam kegiatan eskul, sebagai "ruang positif" mengurangi gejolak beraktivitas negatif. Namun anak-anak masih menganggap solusi itu bagian dari formalitas belaka.
Berbagai masalah yang dihadapi, tidak lagi sederhana. Beberapa bahkan bersifat simbiosis parasitisme-hubungan pertemanan namun memiliki konsekuensi, semacam anggota genk-mafia-yang membayar dan membela kelompok.
Kerawanan sering muncul ketika para remaja berkelompok. Ketika berada dalam kelompok, kecenderungan para remaja menjadi "lebih berani", bahkan bisa menstimulasi mereka melakukan tindak kekerasan bersama, seperti kasus yang menimpa warga Cimuncang.
Semua komponen dalam semua strata sosial harus berkontribusi. Regulasi atau aturan seperti pemberlakuan sistem jam malam untuk anak-anak menjadi urgen sebagai cara pembatasan aktivitas dan memudahkan kontrol.
Dukungan lain dari kepolisian melalui filterisasi, patroli di titik-titik rawan khususnya malam hari, bertujuan memecah konsentrasi atau membubarkan kerumunan, pawai, arak-arakan, konvoi berkelompok, balapan liar.Â
Melakukan edukasi persuasif dan pendataan untuk memudahkan melacak keberadaan para pelaku yang terindikasi, keluarga, dan solusi ketika timbul masalah.
Terutama menguatkan pemahaman tentang konsekuensi hukum akibat tawuran atau kekerasan di jalanan.
Kekhawatiran kita tentang dampak pandemi terhadap perubahan fenomena sosial, kini semakin membuka mata kita, bahwa banyak persoalan tersembunyi muncul menjadi masalah sosial baru dengan intensitas tinggi.Â