Kita ingat bagaimana polemik tentang BPJS JHT yang diskursusnya memanas di seluruh jenis kanal media. Masifnya berbagai kritikan  yang memuat masukan kepada pemerintah, pada akhirnya dapat membantu pemerintah memutuskan untuk mengevaluasi kebijakan tersebut. Ada pertimbangan situasioal dan kondisional yang tidak berpihak pada publik.
Meskipun kita menyadari bahwa dalam keputusan kebijakan tersebut ada agenda pemerintah berkaitan dengan pembiayaan negara yang ongkosnya semakin mahal karena situasi krisis.
Hanya saja dalam kerangka pemilihan dan keputusan mengeluarkan  sebuah kebijakan, kadangkala pertimbangannya lebih kepada analisis secara politik dan ekonomi, namun perimbangan sisi publiknya ketika diimplementasikan menjadi tidak sederhana.Â
Mekanisme pasar ikut mempengaruhi bagaimana kebijakan itu terimplementasi, dan bagaimana dampak lainnya juga muncul menjadi gangguan baru baik secara sosial, maupun ekonomi.
Ketika evaluasi kemudian dilakukan, minimal harus bisa memberi solusi jalan tengah, sehingga semua pihak mendapat win-win solution.
Beda Pendapat Itu Wajar
Namun, ada juga yang berpikir pragmatis, ketika sebuah kebijakan selalu didasarkan pada pertimbangan yang rigid, mungkin tidak akan pernah muncul sebagai sebuah kebijakan, karena pasti akan ada yang pro dan kontra dalam menyikapi kehadiran setiap kebijakan apalagi jika jelas-jelas dampaknya langsung.
Namun jika sisi kemaslahatan lebih besar dari kelompok atau negara sekalipun, ada kebijakan yang masih dapat ditolerir untuk direvisi  karena masih bisa dipikirkan alternatif lain meskipun merepotkan.
Seperti kebijakan BPJS JHT, pada akhirnya disikapi dengan merevisinya. Namun di susul dengan kebijakan menggunakan perangkat BPJS kesehatan sebagai prasyarat untuk pengurusan layanan publik dan birokrasi.
Memang kebijakan itu terasa aneh dan dipaksakan, namun secara dampak lebih kecil dibandingkan jika menggunakan kebijakan pertama JHT 56 tahun. Pada akhirnya, diterima atau tidak kebijakan itu tetap dijalankan, karena mungkin pertimbangan soal dampaknya yang tak seserius kebijakan JHT usia 56 tahun.
Kebijakan baru tersebut, meski di ajukan dalam kerangka mendorong pertambahan kepesertaan JHT Kesehatan, namun sebenarnya juga berkaitan dengan rencana pemerintah menggunakan alokasi dana, sekali lagi masih dalam kerangka yang sama berkaitan dengan Surat Utang Negara (SUN).
Publik sebagai pengawal media
Dalam kerangka pemanfaatan media sosial, sebagai kanal menyuaran kritikan, setidaknya mengikuti rumus baku, Â memilih dan memilah.Â
Ketika kita memutuskan menggunakan kanal tersebut, kita juga harus memilih sumber yang dipercaya dan seimbang dalam pemberitaannya. Referensi yang dijadikan rujukan juga harus referensi yang terpilih dan dapat dipercaya.