remotivi
Seperti kisah Sasa-Nabila Syadza seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin, Makassar, yang viral ketika demo Omnibus Law, siapapun bisa bersuara, selama tidak anarkis.
Masyarakat juga punya kewajiban mengontrol kebijakan. Dalam bulan Februari-Maret saja, begitu banyak kebijakan yang muncul ke ruang publik. Semuanya berkaitan dengan kemaslahan masyarakat, namun juga memiliki dampak ikutan yang luar biasa.
Kelihatannya kita akan terus mendapat tambahan pekerjaan baru, dalam mengontrol kinerja para pengambil dan pelaksana kebijakan. Hal ini menarik dalam era kekinian, ketika halangan untuk bersuara melalui media semakin terbuka, tidak lagi menjadi kendala.Â
Ruang-ruang media publik menjadi kanal bagi penyampaian aspirasi menyuarakan perbaikan maupun evaluasi bagi pelaksana kebijakan.
Kanal Kritik dan Evaluasi Kebijakan
Dahulu hal seperti ini sangat terbatas dan sangat musykil dilakukan dengan penuh kebebasan. Pertama, belum dikenal platform digital seperti sekarang, mediumnya masih konvensional.Â
Kedua, Aturan kebijakan juga diatur secara ekstrim dalam kode etik yang banyak larangannya. Termasuk salah satunya kode etik pers era Orba yang melarang  bentuk kritikan kepada pemerintah. Media besar bahkan bertumbangan di-breidel pemerintah ketika itu.
Kita ingat ketika media televisi hanya memilki satu kanal, TVRI dan radio RRI, KBR Antara, sedangkan media swasta masih belum memili izin untuk berkiprah. Media koran juga masih didominasi media arus utama seperti Kompas, Tempo, Panjimas, Waspada, Analisa, sehingga ruangnya terbatas, namun kontrolnya begitu ketat.
Berbeda dengan sekarang meskipun ada kebebasan yang lebih longgar, termasuk di media sosial namun aturan mainnya seperti UU ITE juga tersedia.Â
Apalagi ketika banyaknya kemungkinan "Penumpang Gelap Demokrasi", bermain dalam sosial-ekonomi-politik kita. Contoh, ketika bertemunya kapital ekonomi dan kapital politik dalam bisnis media menjadikan media massa rentan menjadi instrumen dan kepentingan politik pemiliknya.Â
Sehingga jaminan terhadap freedom of expression, freedom of speech dan freedom of the press harus dilengkapi jaminan terhadap diversity of content, diversity of voice, diversity of ownership. Dan inilah ruang bagi jurnalisme warga.
Ada beberapa kebijakan menarik, sebagai pekerjaan rumah yang patut membuat kita penasaran. Bagaimana perkembangan termutakhir, BRIN, Kenaikan Tarif Kereta Api, BPJS JHT, BPJS Kesehatan sebagai prasyarat birokrasi dan layanan publik, kenaikan gas non subsidi, kebijakan CPO biodiesel, dan terbaru Kenaikan harga Pertamax.
Kompasiana menjadi salah satu kanal yang dapat menyuarakan keprihatinan tersebut, sebagai bentuk kepedulian publik terhadap negara. Kritik maupun masukan, tidak selalu bermakna buruk, karena juga memasukan banyak pertimbangan tawaran solusi di dalamnya, agar kebijakan yang menjadi pilihan pemerintah, dapat diterapkan secara optimal, membantu kehidupan sosial-ekonomi kita.