Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ini Penjelasan Mengapa Muncul Sindrom I Hate Monday

28 Maret 2022   21:37 Diperbarui: 5 April 2022   22:29 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputan6.com

I hate monday!

Mengapa frasa itu begitu menarik?.

Sedikit intermezo, sebenarnya istilah itu punya sisi gelap. dipopularkan Brenda Ann Spencer. pelajar  asal San Diego, Amerika Serikat, yang mendalangi penembakan di sekolah pada 29 Januari 1979.

Brenda yang dikenal introvert, ternyata bisa memutuskan sebuah tindakan brutal. Setiap kali ditanya, apa motifnya, ia hanya menjawab singkat , "I hate Monday."

Ia rupanya terinspirasi lagu "I Don't Like Mondays" yang populer dibesut The Boomtown Rats. Atas tindak kriminalnya, akhirnya ia dihukum penjara 14 tahun. Mungkin ia akan habiskan seluruh waktunya membaca, buku karena ia seorang kutu buku!.

Sisi Ilmiah Sindrom I Hate Monday

Ternyata I hate monday bukan sekedar tagline kosong. Seperti dilansir dari BBC, kondisi ini muncul karena adanya perbandingan langsung dengan hari sebelumnya. 

Jika kita punya pengalaman berkaitan dengan akhir pekan yang spesial dan menyebabkan timbulnya perubahan emosional, akan menjadi semacam perbandingan secara kondisional. Antara kerja berat dan santai. Kerja di kejar deadline dengan rebahan di pantai. Atau kita baru merayakan sebuah pesta bersama teman-teman lama, yang membuat kita enggan melupakannya.

Analogi itu memberi sedikit gambaran perbedaan antara libur dan tidak libur. Antara Minggu versus Senin. Tetapi dalam skala yang jauh lebih besar dan diulang setiap pekan, baik tingkat stress maupun tekanannya akan menyebabkan perubahan emosional. Transisi perubahan yang berulang, itulah yang disebut psikolog sebagai perubahan emosional.

Pergeseran instant itulah pemicu masalahnya, sekalipun rutinitasnya sama, namun mood-nya beda. Bukankah di hari libur kita juga mandi. Kalau perlu berendam di bathtub berlama-lama, tapi tidak di hari Senin kan, ini bedanya. Di hari normal, tak ada aktifitas yang bisa diabaikan begitu saja.

Jam waktu tidur yang ekstra di Sabtu-Minggu, setelah deadline yang melelahkan, ternyata juga berdampak negatif pada  "jam tubuh" kita.

Bahkan kita sudah mulai memikirkan pekerjaan, ketika masa menjelang Sabtu-Minggu berakhir. Terbayang depresi akibat pekerjaan lima hari ke depan setelah liburan dua hari itu. Apakah ini juga berkaitan dengan kondusifitas tempat dan suasana kerja?. Bisa jadi.

Seperti pernah disampaikan seorang teman, jika kita seorang fotografer fashion, mendapat tugas penting meliput sebuah pembukaan pusat mode baru dari para desainer terkenal, maka itu bukan kerja namanya, tapi pleasure-plesire dalam bahasa Belanda. 

Pastilah tak ada alasan akan terkena I hate monday. Seperti ditegaskan psikolog klinis Profesor Alex Gardner, dengan santai, "kerja bisa menjadi tempat terbaik untuk Anda pada hari Senin, karena kami pada dasarnya adalah manusia gua dengan setelan kota. Kami ingin merasa menjadi bagian dari kelompok, jadi kami pergi minum teh untuk mengejar ketinggalan dan kemudian bekerja".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun