Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pilih Minyak Hijau Daripada Minyak Coklat, Demi Energi Mix 2025

26 Maret 2022   14:09 Diperbarui: 2 April 2022   21:36 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah berkepentingan memenuhi komitmen  mengurangi emisi GRK sebesar 29% dari BAU pada 2030, sebagai bagian dari Perjanjian Paris.

Disisi lain dengan penggunaan bahan bakar yang dicampur dengan bahan baku lain yang ketersediaan bahan bakunya dapat dilakukan sendiri di dalam negeri seperti CPO, akan dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi, karena tidak lagi sepenuhnya tergantung kepada negara lain.

Indonesia meski menjadi bagian dari negara OPEC-negara eksportir minyak, namun sejak lama Indonesia tidak dapat memenuhi kuota ketersediaan minyak, praktis hanya membayar keanggotaan, yang mahal dan hanya mengurangi pendapatan negara. Inisiatif mandatori bisa menghemat belanja bahan bakar.

Dengan produksi CPO sendiri di dalam negeri, Indonesia dapat mengatur  harga dan stabilisasi harga CPO. Kondisi ini bahkan dapat menjadi stimulan meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi industri kelapa sawit.

Dalam jangka panjang keberhasilan secara bertahap ini akan dapat memenuhi target 23% kontribusi EBT dalam total energi mix pada 2025, sehingga beban Indonesia untuk sampai pada target net zero emisi pada 2060, lebih memiliki peluang besar. 

Terutama untuk mendorong skema penggunaan energi alternatif lain, seperti elektrifikasi berbasis energi terbarukan yang ongkosnya lebih mahal. Dalam kerangka besar mengurangi emisi GRK.

Secara tidak langsung mandatori juga berdampak pada tingkat konsumsi dan impor BBM yang semakin berkurang. Bahkan dapat didorong  memperbaiki defisit neraca perdagangan, jika tepat dalam pemilihan jenis alternatif bahan bakar greenfuel-nya.

Dengan begitu banyak keuntungan, sebenarnya setiap negara yang menjalankan inisiatif mandatori ini akan memperoleh banyak keuntungan, terutama negara yang memiliki kedua jenis sumber daya itu; BBM, dan CPO.

Sekilas  Tentang Greenfuel

Bahan Bakar Nabati (BBN)-Biofuel, dihasilkan dari bahan baku bioenergi melalui proses teknlogi tertentu yang menghasilkan Biodiesel, Bioetanol dan Minyak Nabati Murni.

Program mandatori B20, telah dirintis sejak Januari 2016 merujuk pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun