Dalam jangka panjang ditujukan untuk banyak kepentingan menjaga kelestarian alam seperti; untuk membasahi lahan gambut untuk menjaga kelembabannya, mengatasi masalah kabut asap akibat karhutla, memadamkan api di areal yang luas dan api besar, serta mengatasi kekeringan di wilayah tertentu. Termasuk yang paling vital, mencukupi kebutuhan kita terhadap masalah kekurangan air bersih.
Tren konsumsi air bersih di masa depan akan terus meningkat, bahkan diprediksi pada 2050, akan banyak negara kekurangan air bersih. Di tahun 2022 ini saja, masalah air bersih dan kemampuan daya dukung tanah menjaga air bersih juga semakin berkurang, bahkan kritis terutama di kota-kota besar.
Sepotong fakta sederhana, kota Jakarta setiap tahunnya kekurangan pasokan air bersih hingga 1.028.000.000 m3, sementara total curah hujan dalam kurun waktu yang sama mencapai 2.973.000.000 m3, tapi bukan seluruhnya air bersih. Bayangkan!.
Maka sangat tepat jika Peringatan Hari Air Sedunia tahun 2022, mengusung tema, "Groundwater, making the invisible visible." Menjaga kualitas air tanah untuk mendukung kehidupan yang lebih lestari.
Groundwater atau air tanah adalah air yang ditemukan di bawah tanah di akuifer (Akuifer adalah lapisan yang terdapat di bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air), yang terdiri dari formasi geologis bebatuan, pasir, dan kerikil yang menyimpan sejumlah besar kandungan simpanan air.
Jadi, dalam kerangka menghidupkan kembali tradisi, sekaligus kebutuhan menjaga lingkungan lestari, kerja pararel antara TMC dengan pawang hujan menjadi kolaborasi yang unik.
Mungkin peristiwa viralnya Rara di Mandalika, akan memunculkan kembali eksistensi para pawang. Sekali lagi ini urusan tradisi dan budaya, tak ada sangkutpaut dengan lainnya. Penting, agar tidak menjadi debat dan pro-kontra berkepanjangan dengan isu lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H