Bukan tidak mungkin ini akanmenjadi sebuah stimulan tambahan kebangkitan ekonomi dalam diam, yang diprakarsai para pensiunan atau para PHK-wan yang bangkit dan merintis  bisnis dengan dana JHT itu.
Begitu dicairkan sebulan setelah di PHK. Apalagi setelah PHK akan mengalami masa transisi yang sulit, sementara kebijakan para pengusaha, jusru lebih memilih menjadikan pekerjannya sebagai pegawai kontrak (PKWTT). PKWT adalah salah satu bentuk perjanjian kerja dalam sebuah hubungan kerja. Dalam aturan tersebut, dijelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.Â
Jadi JHT benar-benar menjadi "nyawa sambungan" bagi para korba PHK tersebut. Inilah sebenarnya realitas yang bertolakbelakang sejak awal dengan kebijakan baru Kemenaker.
Sedangan jika kebijakan JHT dicairkan saat usia pensiun, jaring pengaman untuk mereka yang di PHK belum ada. Namun di sisi lain, sudah ada jaminan pensiun bagi pekerja penerima upah yang manfaatnya bisa dirasakan saat usia pensiun yang menjadi alasan pemerintah mengubah aturan pencairan JHT sejak awal.
Sekali lagi, kebijakan model Kemenaker, BRIN, adalah model kebijakan yang punya implikasi lain, entah ekonomi, maupun politik. Termasuk sekedar mau menunjukkan bahwa Pemerintah "baik-baik saja", padahal sedang panik dengan hutang.
Disinilah peran publik dan keberpihakannya pada keadilan bisa "meluruskan Pemerintah yang salah jalan". Beruntung dalam dunia dimana model komunikasi"dua arah" bisa berjalan beriringan dengan realitas kebijakan, sehingga counter attact, social control bisa dijalankan pada jalur yang kita harapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H