Seperti sudah diduga dan diprediksi oleh banyak orang, ternyata memang ada udang di balik batu..
Persoalan utamanya adalah bukan pada pembelian SUN (Surat Utang Negara), tetapi mengapa pemerintah melalui Kemenaker mengkamuflase penggunaan dana pembelian SUN, melalui penerbitan kebijakan pencairan  JHT di usia 56 tahun.
Seolah menjadikan Menaker sebagai tameng hidup, semacam kebijakan spekulatif. Bahkan dalam pemberitaan terbaru, Kemenaker bersikap cuek, karena merasa sudah dapat restu Presiden ketikamenggulirkan kebijakan barunya.
 Jika berhasil tanpa menuai kritik, berjalan seperti biasa, namun jika direspon publik meluas dan kritis, akan diambil alih kembali melalui pembatalan.
Beruntung kesadaran dan respon publik begitu masif dan cepat, sehingga kebijakan ini urung dan dibatalkan melalui perintah presiden. Namun tetap saja banyak pihak menyayangkan mengapa cara-cara ini ditempuh.
Seperti polemik yang tengah bergulir, bahwa kebijakan JHT terbaru itu menuai kritikan karena, sekalipun ditujukan untuk investasi hari tua, namun tetap saja sangat bertentangan  dan tidak responsif dengan semangat rasa keadilan dan kondisi kekinian kita yang baru saja sembuh dari krisis parah akibat pandemi.
Apalagi dengan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja membutuhkan dana JHT sebagai  safety net, penyambung  hidup dan bangkit melalui rintisan usaha.
Di Beri Warning Justru Memanipulasi Kebijakan
Sebenarnya kebijakan itu memang mencurigakan, apalagi sebelumnya Bank Dunia telah memberi warning kepada pemerintah Indonesia agar tidak lagi  menerbitkan SUN.
Terutama karena peminat SUN makin sedikit, sehingga upaya pencarian dana melalui mekanisme SUN seperti disampaikan IMF dianggap tidak lagi layak dipakai sebagai alternatif pembiayaan negara disaat krisis seperti sekarang ini.
Menjadi sangat dilematis karena ketika warning muncul, pada saat yang sama pemerintah membutuhkan banyak tambahan hutang. Dan dugaan utamanya, langsung mengarah pada kebijakan JHT yang secara sepihak dan terburu-buru diambil oleh pemeritah seperti sedang panik karena butuh dana besar .
Tepat seperti diduga banyak pengamat, kebijakan itu pada akirnya terbongkar memang untuk membeli SUN. Ratusan triliun, tepatnya mencapai Rp 375,5 triliun dana JHT milik buruh pada 2021 atau naik sebesar 10,2 persen dari tahun sebelumnya, seperti di sampaikan pihak BPJS telah diinvestasikan melalui pembelian SUN.
Sebagian besar alokasi dana JHT ditempatkan pada SUN untuk membiayai Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara. Rinciannya 65 persen dana JHT diinvestasikan pada obligasi dan surat berharga, dengan 92 persen diantaranya merupakan SUN.Â