Ketiga, soal pemain timnas yang kebanyakan gaya saat passing.Â
Dan, keempat soal pemain depan yang harus turun membantu pertahanan.
Dalam banyak sesi laga tanding, kita sering melihat teman sibuk menggocek bola, pemain lainnya berdiri hampir mematung, tidak bergerak gesit, apalagi ketika berada di area gawang. Sehingga beberapa peluang yang membutuhkan sentuhan kecil saja, sering terlewat begitu saja.
Sekali lagi, memang sulit menjadi penonton, hanya bisa mengkritik dan bilang ini dan itu, tapi tidak bisa merasakan sendiri.Â
Bagaimana sensasi dada gemetar bergemuruh, mata gelap berkunang-kunang, panik tak jelas justrungan, ketika menggiring bola ke gawang dan disana sudah bersiap "palang bis berjajar", dengan penjaga gawang yang bergerak ke kanan-ke kiri, seolah mengikuti gerakan pemain penyerang. Karena ia memang dilatih untuk bergerak se-refleks mungkin. apalagi jika diberi kesempatan sebagai penendang, pinalty kick, bisa ngompol barangkali.
Akibatnya, mentalitas jatuh, fokus hilang dan strategi apapun bentuknya buyar dari ingatan. Maka jejak latihan-latihan itu akan hilang, yang dibuktikan dengan tendangan keras seperti sambil menutup mata, melambung ke angkasa, bukan ke mulut gawang.Â
Gol-gol berkualitas, lebih terjadi karena spontanitas. Sehingga keseimbangan mental ketika itu sangat stabil. Sementara gol yang diikuti proses menggocek bola yang panjang dari lapangan tengah atau pinggir lapangan, dijadikan asist ke arah penyerang, sering berakhir dengan "tendangan lambung".
Kenapa Pemain Eropa Bisa?
Mengapa fenomena tendangan tarkam, jarang dan bahkan hampir tidak kita lihat dalam pertandingan di liga-liga Eropa dan bahkan liga Afrika? Mereka mereka hampir tidak mengenal istilah tendangan "tarkam", mungkin sangat tabu dan menunjukkan rendahnya performa seorang pemain.