Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Volunteer, Antara "Perbudakan" dan Berbayar

3 Februari 2022   12:49 Diperbarui: 18 Februari 2022   03:57 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia mendedikasikan dirinya sebagai volunter sejati, membantu para korban bencana tsunami, kelaparan, konflik,bencana kebakaran hutan, semua yang masuk kategori bencana force majure, yang tak terduga, dan maunya kita.

Ia menikmati semua pengalaman itu sebagai kekayaan nilai hidup yang tak bisa ditemui dimana saja dalam kehidupan sebelumnya, termasuk di bangku kuliah kedokterannya. Bahkan ia tak tak pernah bisa mengukurnya dengan uang. Hidupnya ia "wakafkan' untuk seluruh dedikasi bagi sesama.

acehinsight-wwf 
acehinsight-wwf 

Suatu ketika kami sama-sama berangkat ke Malaysia, dan disana bertemu dengan relawan Amerika yang akan singgah ke Australia untuk kerja-kerja kebencanaan. Begitu tiba di Aceh, keesokkan harinya mereka berangkat kembali ke Australia untuk kerja-kerja ke-volunteeran.

Tak pernah sekalipun mereka bicara tentang kompensasi. Mereka seperti biasa berusaha untuk mandiri, membawa kasur lipat untuk tidur dilapangan, di alam bebas, plus uang seperlunya.

Termasuk di salah satu sesi kehidupannya sebagai relawan, ketika ia mengunjungi Harvard University, menjadi relawan  bagi sebuah aksi disana. Apa yang terjadi kemudian di luar dugaannya,  ia mengalami kecelakaan fatal yang membuat wajahnya rusak parah, ketika bersepeda menyusuri kota bersama rombongan relawan lainnya.

Apa yang kemudian ia dapatkan?, seluruh teman relawan lainnya termasuk institusi Harvard University membantunya, "mengembalikan" wajahnya nyaris ke bentuknya semula. Ini sebuah babak dalam kehidupannya yang menyebabkan ia tak pernah bisa "move on" dari dunia ke-voluntiran.

Hikmah Itu Bayaran Juga

Semasa tsunami, beberapa orang gadis belia rela menjadi relawan pencari korban tsunami, apapun kondisinya. Mereka biasanya di ganti timnya dalam dua minggu, namun beberapa dari mereka memutuskan tetap bertahan dan tidak mau pulang. Padahal beberapa temannya depresi dengan kenyataan yang mereka temukan di lapangan. Mereka ikhlas, tanpa bayaran. Sesuatu yang sulit diukur dengan materi.

Intinya,  menjadi relawan itu, memiliki parameter yang berbeda dari sudut pandang kita sebagai mahluk ekonomi, yang jamak mengukur segala sesuatu dengan nilai seperti uang.

Namun itu sesuatu yang wajar, bagaimanapun dalam siklus kehidupan kita selama 24 jam sehari, hampir tak bisa lepas sepenuhnya dari uang atau material yang ukurannya "benda" yang bisa memuaskan fisik, bukan sekedar pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun