Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Nature

Slum Itu "Duri Dalam Daging" Ibukota

1 Februari 2022   22:46 Diperbarui: 15 Februari 2022   22:06 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhatikan dalam kasus rumah susun di perkotaan, pada awalnya rumah susun dijadikan solusi bagi minimnya arel untuk bangunan. Pertimbangan itu menciptakan gagasan sebuah rumah susun, bertingkat  banyak.

Namun dalam kenyataannya, pembangunan rumah susun dan pasar di Indonesia, tingkat penggunaannya  hanya pada lantai 3, sedangkan lantai 4 keatas jarang digunakan karena masalah transportasi vertikal hanya  berupa tangga. Sehingga solusi ketersediaan rumah murah, bagi kelompok urban dan kelompok ekonomi bawah-menengah, berubah menjadi malapetakan baru.

Rumah susun maupun pasar yang umumnya diperuntukan bagi kelas menengah bawah, tidak dapat menyediakan lift. Sehingga karena faktor kelelahan, hanya bangunan lantai 3 yang digunakan. Selebihnya, menjadi bangunan kosong, yang dapat menjadi pemicu sebagai tempat  vandalisme, yang bisa digunakan untuk  tindak  kejahatan. 

Desain tersebut dianggap gagal, karena tidak memprediksikan aspek perilaku pengguna bangunan yang ditinjau melalui Evaluasi Purna Huni (EPH) atau Post Occupacy Evaluation (POE).

Apabila tidak ada solusi justru menjadi masalah bagi penghuni dibawahnya. Maka kebijakan yang ditempuh, seperti gagasan sekarang adalah menyediakan rumah murah, dengan konsekuensi membuat Jakarta bisa terimbas-peluberan kota  (sprawl city) yang masif. Jakarta berpeluang bernasib seperti Calcutta di India, kota terpadat, dan penuh polusi, seperti digambarkan dalam Joy City-Dominique Lapierre.

Konurbasi dan Klaster Baru-Slum Jakarta

Rumitnya masalah Jakarta lainnya, adalah perkembangan kota yang tidak terarah, dan cenderung membentuk konurbasi antar kota inti dengan kota-kota sekitarnya. (konurbasi;wilayah terdiri dari sejumlah kota, kota besar, dan daerah perkotaan lainnya, melalui pertumbuhan populasi dan ekspansi fisik, telah bergabung membentuk satu daerah perkotaan yang berkelanjutan atau kawasan industri yang dikembangkan.) 

Dalam konteks konurbasi Jakarta saat ini ditandai dengan ciri, munculnya 9 metropolitan dengan penduduk diatas  1 juta jiwa. (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bekasi, Tangerang, Semarang, Palembang Dan Makasar). Serta 9 Kota besar (Bandar Lampung, malang, Padang, Samarinda, Pekanbaru, Banjarmasin, , Solo, Jogjakarta dan Denpasar).(Hestin;2011).

Daerah pinggiran yang berdekatan dengan metropolitan dan Kota Besar baru akan menerima dampak positif dan negatif sekaligus, tergantung bagaimana mereka meresponnya dengan kebijakan daerah masing-masing. 

Kasus yang sama akan terjadi terhadap rencana kepindahan ibukota kita. Saat ini di daerah-daerah tersebut mulai muncul gejala, peluberan kota baik di inti maupun ke area urban atau pinggiran (urban fringe), pembangunan tidak terkendali dan sulit dikontrol (urban sprawl), karena spekulasi-spekulasi kelahiran ibukota baru.

Setiap perkembangan dan pertumbuhan kota baru, ibarat "lampu" akan didatangi ribuan anai-anai, meskipun mereka akan mati ketika berada di dekat lampu, tapi arus 'urbanisasi dan migrasi' tidak akan terbendung. Fenomena ini memancing lahirnya slum dan daerah kumuh baru, jika sejak awal tidak diikuti kebijakan 'super ketat" dan pengawasan yang terus menerus. Pemerintah dipaksa bekerja keras, sebelum semuanya terlambat dan menjadi blunder kota yang bikin sakit kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun