Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Konvoi Mobil Mewah adalah Gejala "Conspicuous Consumption"

30 Januari 2022   01:07 Diperbarui: 31 Januari 2022   04:03 1667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya fenomena "pamer" seperti konvoi mobil mewah, itu sesuatu yang tidak asing, bahkan "penyakit pamer" itu awalnya dipicu dari media sosial. Unggahan pencapaian pribadi yang populer dengan istilah"flexing".

Mengapa medsos menjadi ruang menarik untuk flexing, karena medsos bisa membuat orang tampil tanpa identitas diri alias anonimitas, jadi bebas menilai orang lain tanpa urusan tanggung jawab.

Selanjutnya penyakit ini menjadi kronis dan akut hingga menjangkiti pola pikir dan perilaku seperti kejadian konvoi mobil mewah itu.

Kata flex atau flexing awalnya banyak digunakan dalam dunia musik rap dan hip hop. Para penyanyi rap dan hip hop sudah sejak lama menggunakan kata flex atau flexing dalam liriknya.

Namun, kata flexing makin populer setelah grup-duo Rae Sremmurd merilis lagu berjudul "No Flex Zone" pada tahun 2015. Lirik lagunya menggambarkan tentang makna flexing yang berarti pamer!.

Berikutnya, "penyakit" ini berkembang pengertiannya menjadi "memamerkan segala sesuatu yang berkaitan dengan uang", seperti tentang berapa banyak uang yang mereka miliki, barang-barang mewah, hingga pakaian-pakaian mahal buatan para desainer terkenal.

Bahkan secara ekonomi saja, penyakit pamer ini punya pemahaman sendiri, semacam kecenderungan pamer kekuatan status. Jadi flexing mirip dengan istilah conspicuous consumption atau menggunakan uang untuk membeli barang dan jasa-jasa yang mewah dengan tujuan menunjukkan status atau kekuatan ekonomi.

Meskipun  istilah itu seperti asing dalam pemahaman kita, Conspicuous consumption ini, bukan hal baru dan sudah dikenal lama sejak Thorstein Veblen, menulis buku "The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions"(1899). Semacam studi terhadap kelas "Borju" dalam strata masyarakat tertentu.

Nah, fenomena pamer mobil dengan konvoi itu, kurang lebih implementasi dari flexing dan conspicuous consumption itu. Salah satu tujuannya adalah menarik perhatian orang. 

Meskipun flexing, bukan hanya pada materi-materi konkrit, tapi dapat juga terjadi mengenai status sosial, jumlah teman, pengalaman traveling, kecerdasan, dan kesuksesan seseorang, konvoi itu salah satunya.

Mungkin tak ada yang  protes dengan konvoi itu, jika momentumnya tepat. Bahkan jika pelaku konvoi meng-asumsikan sekedar memberi hiburan di tengah situasi sulit karena pandemi, pameran ini jelas mencederai rasa sosial, rasa empati dan kepekaan terhadap krisis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun