Efek berikutnya paska kecanduan yang semakin akut dalam mengkonsumsi media porno, anak-anak akan mengalami efek eskalasi. Akibatnya kebutuhan seseorang mengenai materi seksual yang dikonsumsi akan meningkat dan lebih eksplisit atau lebih liar serta menyimpang dari yang sebelumnya sudah biasa ia konsumsi.Â
Ia akan membayangkan sebuah eksperimen, dengan mencari tahu lebh banyak informasi. bahkan adegan dalam film dapat menjadi pemicu idenya tentang bagaimana menjalankan inisiatifnya untuk brtindak ekstrim.Â
Ini sebabnya dalam banyak wacana, penayangan konten dewasa membutuhkan pengawasan dan aturan yang khusus. Namun di era kekinian, hal ini menjadi sesuatu yang sulit dideteksi dan dikontrol.
Ketiga, Tahap Desensitization (Desensitisasi);Â
Ketika anak-anak terbiasa melihat kekerasan, daya sensitifnya terhadap perilaku kekerasan atau tindak kekerasan yang dilakukannya menjadi lebih permisif dan lunak. Ia kehilangan empati, ketika melakukan kekerasan. Dalam hal kecanduan pornografi hal yang sama juga terjadi.Â
Pada tahap ini, materi yang tabu, imoral, mengejutkan, pelan-pelan akan menjadi sesuatu yang biasa. Pengkonsumsi pornografi bahkan menjadi cenderung tidak sensitif terhadap kekerasan seksual. Ia akan bereaksi bisa saja, ketika melihat kasus kekerasan seksual, karena kecenderungan dalam kepribadiannya, ia merasakan sensasi yang sama.
Kempat, Tahap Act-out, yang berbahaya;
Tahapan ini ibarat sebuah kegiatan, adalah tahapan implementasi, dalam sebuah perencanaan. Pada tahap ini seorang pecandu pornografi akan meniru atau menerapkan perilaku seksual yang selama ini ditontonnya di media.Â
Ia melakukan kejahatan dengan didahului latihan-latihan sederhana, seperti pelecehan seksual ringan, dengan mengganggu teman, hingga pada bentuk ancaman dan perlakuan tindak kekerasan sekseual yang ranah hukumnya sudah masuk dalam kategori pidana.Â
Dalam kasus yang terekspose media, anak-anak pelaku kejahatan seksual ini, secara umum karena terpicu konten pornografi dan kemudian tidak dapat mengendalikan diri ektika melihat korban dan adanya peluang. Bahkan ketika ia sudah mengikuti program rehabilitasi atau menjalani hukuman, ia justru sering menjadi residivis dalam aksi yang sama.
Apa kata hukum soal ini?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!