kaskus
Sewaktu berkantor di WWF, dalam satu ruangan saya selalu berbagi tempat dengan teman-teman 'bule' dari Amrik, Ausie, sampai Denmark. Satu yang selalu bikin risih soal makan BSS- Bayar sendiri-sendiri alias go dutch. Ini soal budaya silang yang harus dipahami- Cross Cultural Understanding (CCU) dengan "rasa", logika dan adaptasi.
Beda Budaya
Sebenarnya masalahnya tidak substansial, hanya saja, kita butuh adaptasi untuk membiasakannya. Di awal mereka kerja, karena lidah belum terbiasa makanan Indonesia, teman-teman mengorder ke 'warung" franchise (jaman itu belum ada makanan online selain Ka eF Ci).Â
Begitu kiriman paket orderan makanan datang, mereka segera menikmati makanannya tanpa sedikitpun berbasa-basi mengajak makan.Â
Mereka mungkin terbiasa berpikir lateral; cara pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan tidak langsung dan kreatif melalui penalaran yang tidak langsung terlihat.
Ini melibatkan ide-ide yang mungkin tidak dapat diperoleh hanya dengan menggunakan logika langkah-demi-langkah tradisional. Sebaliknya kita berpikir logis dan tradisional, jadi kita berbasa-basi.
Jadi mereka pikir, setiap orang akan makan karena kebutuhan, jadi jika tidak sekarang , pasti nanti juga akan makan, ini hanya soal waktu. Kita juga sama-sama kerja dan punya penghasilan jadi tak ada masalah dengan uang. Mereka juga disiplin kapan makan dan kapan waktunya kerja. Mungkin logika sederhananya begitu, tidak ada hubungan dengan etika dan sopan santun.
Sebaliknya yang terjadi, mereka harus membiasakan diri ketika, teman-teman dari Indonesia, justru menawari makanan ketika akan makan. Â
Sesekali saya harus menyodorkan makanan ketika menawarkan, untuk memastikan kita  sedang mentraktirnya. Seorang teman bule yang berhasil belajar tradisi baru anti go dutch, bahkan akan duluan meminta makanan kita jika di rasa enak, kali ini tanpa basa-basi.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!