Jadi atau tidak jadi pindah, Jakarta tetap butuh banyak connector parks, ruang teduh dalam kota yang tidak terputus. Connector parks adalah bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH). Apa pentingnya connector parks bagi sebuah kota? Keberadaan connector parks selain menjadi peredam polusi juga menjadi semacam upaya pengendalian perkembangan kota agar tidak terjadi peluberan kota (urban sprawl).
Kebijakan menerapkan ERP (electronic road pricing) saat ini, justru meningkatkan penggunaan transportasi umum, karena terdapat 88 juta perjalanan di kota penyangga dan Jakarta setiap hari.
Sementara seluruh transportasi publik yang saat ini beroperasi hanya mampu mengangkut maksimal tujuh juta penumpang per hari. Keberadaan connector parks bisa menjadi "peredam" penggunaan transportasi dalam jarak dekat.
Connector parks juga menjadi semacam "pagar betis", agar kota tidak mudah dicaplok semua untuk bangunan. Sekaligus menjadi kamuflase kota, untuk menutupi garangnya gedung pencakar langit dengan hijauan yang lestari.Â
Sedangkan, tujuan utamanya adalah upaya minimal dalam mitigasi perubahan iklim, terutama polusi yang semakin menguat. Bahkan Jakarta kini masuk dalam peringkat ke 9 (2021), kota dengan kualitas udara terburuk dunia.Â
Memaksakan Jakarta tetap punya RTH minimal 30 persen saja, susahnya luar biasa, namun harus menjadi prioritas, sebagai alternatif "Jalan Tengah".
Pertumbuhan bangunan terus berkejaran dengan ketersediaan ruang bagi vegetasi kota. Vegetasi jadi sering diabaikan, bahkan dihilangkan dan harus mengalah, dalam pembangunan yang kita sebut Program Pembangunan Berkelanjutan (PBK).Â
Dari luas DKI Jakarta 7.659,02 km2, RTHnya baru 9,98 persen saja. Jika per tahun ada tambahan 2 persen saja per tahun, akan ada 29,98 persen pada 2030. (megapolitan.kompas.com).
Padahal dalam bulan-bulan berakhiran Ber, intensitas hujan di Jakarta semakin mengila. Percaya atau tidak hujan sebanyak 1 milimeter saja yang jatuh di Jakarta, volumenya setara air dalam 132.000 mobil tangki air.Â