Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan Pekerja, Mengganti Urusan Domestik Dengan Incomenya

25 Desember 2021   01:06 Diperbarui: 26 Desember 2021   12:36 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

haibunda.com

Pemaknaan perempuan pekerja sebenarnya tidak dimaksudkan menghilangkan atau menomorduakan kodratnya sebagai ibu. Hanya saja perannya yang bertambah tak lagi spesifik sebagai penguasa domestik. Justru sebenarnya pilihan-pilihan itu menambah beban konsekuensinya. Ia kini bekerja lebih kompleks, sebagai penguasa domestik, dapur, sumur,kasur dan tanggung jawab pekerjaan.

Bukankah itu sebuah konsekuensi yang tidak sederhana, meskipun sebagai kompensasinya ia menerima imbalan. Lantas imbalan itu ia kembalikan untuk mengganti semua pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kodratinya yaitu-rumah tangganya.

Dijaman ketika rumah menjadi ruang transit, ruang pertemuan berganti loby hotel,  ruang rapat, ruang kafe, dan restoran. Ruang tidur berganti kabin pesawat, kendaran antar kota,  dan hotel-hotel. Rumah menjadi sesuatu yang artifisial. Begitu juga dengan berubahnya peran perempuan ketika kemudian menyandang perempuan pekerja.

Pekerjaannya justru bertambah kompleks, dengan peran itu tangan perempuan layaknya gurita, harus bisa menangani banyak persoalan rumah, dan pekerjaan sekaligus. Sementara laki-laki pekerja  "terkurung" dalam pengertian sederhana, pencari nafkah, dan perempuan adalah supporting sistem baginya.

Permisifme, toleransi bukan barang baru, ketika para ibu memiliki fungsi ganda, maka pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT), yang dulu melambangkan kesejatian perempuan kini berubah makna.

tagar.id
tagar.id
Perempuan Itu di Rumah Saja

Dulu ibuku pernah bilang, perempuan, "sebaiknya" menjaga rumah, karena itu kodratinya seorang perempuan. Saya tak menampik pernyataan itu, karena ibuku memang ibu rumahan alias ibu rumah tangga, meskipun sempat bersekolah, bekerja menjadi guru tidak tetap.

Bahkan pilihan menjadi guru sebagai cita-citanya saja diputuskan atas sebuah dasar pertimbangan yang cukup idealis-karena profesi guru, memungkinkannya tidak bekerja penuh di luar rumah dan ia masih bisa mengurus rumah tangganya dengan sepenuh hati. Bahkan seorang ibu tidak egois, dengan dirinya sendiri, dengan cita-citanya, dengan harapan masa depannya.

Lantas dengan begitu banyak pekerjaan yang tidak pernah habisnya di rumah, masih saja dianggap statusnya sebagai seorang IRT itu tidak punya pekerjaan. 

Tentu kita ingat, jika ditanyakan status pekerjaan ibu ketika membuat KTP, jika ibu tidak bekerja, apakah kantoran, ASN, profesi (dokter, akuntan, pengacara, arsitek), maka otomatis statusnya adalah IRT.

Dan itu artinya, IRT bukan sebuah pekerjaan, tapi sebuah konsekuensi yang muncul, ketika perempuan menyandang status sebagai istri, sebagai ibu. Bisa jadi itu artinya juga seperti pengangguran. 

Apakah seorang perempuan yang kemudian memutuskan bersekolah tinggi, memang dicita-citakan hanya berkonsentrasi bekerja di rumah?. Tentu akan menjadi debat panjang, buat apa bersekolah tinggi jika pada akhirnya hanya menjadi IRT. Kini pandangan itu jauh sudah berubah, sebuah konsekuensi yang secara sosial menjadi permisif, bahkan di benarkan dan dianggap jamak.

Apakah perempuan (otomatis) menjadi kehilangan otonominya, hak-haknya sebagai perempuan ketika memutuskan menikah, dan berkeluarga. Ketika perempuan berstatus "istri" beralih menjadi tanggung jawab suaminya, baik dari sudut pandang tradisi patriarki, maupun matrilinial seperti di Sumbar.

Bayangkan standar kerja normal saja 8 jam sehari dimulai dari jam masuk kerja pada pukul 8 pagi dan pulang pada pukul 5 sore. Praktis seluruh waktu tersita di kantor. Lantas siapa yang menjaga "gawang" di rumah?. 

Sedangkan ibu kita adalah orang yang bangun paling pagi, dan akan tidur paling akhir di malam hari, proporsinya durasi jam kerjanya, tidak diatur mekanisme jam kerja tertentu, nyaris semua waktunya adalah bagian dari pekerjaannya itu sendiri. Ruang aktifitas dan kerjanya pun adalah seluruh rumah; dapur, sumur, kasur. Ibu kita adalah penguasa domestik sejati.

Jika segala sesuatunya dihitung secara kalkulasi material, mulai pekerjaan membersihan rumah, memasak, mencuci, menjaga rumah, berikutnya menjaga dan merawat anak (mengandung, melahirkan, menyusui, merawat hingga bisa mandiri). 

Termasuk, menemani suami, melakukan pekerjaan sosial dilingkungan sekitar rumah, tentu saja dibutuhkan banyak tenaga dan banyak uang untuk menutupinya. Tapi ibu kita tidak dibayar dengan sebuah standar salary schema.

Banyak perempuan tidak siap dengan fungsi ganda tersebut, meskipun ia sendiri yang memilih konsekuensi itu. Termasuk keengganannya untuk memiliki keturunan, karena menganggu privasinya sebagai perempuan pekerja yang keputusannya dikompromikan dengan pasangannya.

Ini berkorelasi dengan pertimbangan-pertimbangan gender-yang mengarusutamakan kesetaraan derajat antara perempuan dan laki-laki. Sebuah pilihan konsekuensi yang pasti dianggap bertentangan dengan esensi ideal-perempuan sebagai ibu.

Bekerja Artinya Kebebasan?

Ketika perempuan memutuskan untuk ikut bekerja karena tingkat pendidikan, tuntutan zaman, desakan kebutuhan ekonomi yang meningkat, apakah otomatis pekerjaan itu sebenarnya hanya dalam kapasitas membantu suami mencari nafkah?. Tidak.

Sebenarnya ibu atau perempuan bekerja, juga untuk dirinya sendiri. Ketika mendapatkan kompensasi, dalam jumlah tertentu, uang itu akan dibelanjakan untuk keperluan memanjakan dirinya, juga dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Termasuk memesan makanan online (sehingga mengurangi kerja dapur), mencuci ke laundry (mengurangi pekerjaan di sumur). Intinya, perempuan bekerja untuk dirinya sendiri dan rumah tangganya. Hanya saja bentuk atau formatnya yang berbeda. Selama seluruh pekerjaan rumahnya dapat di atasi, ia merasa impas sebagai perempuan pekerja.

Sehingga pada saat memutuskan untuk bekerja, ia sedang merancang sebuah sistem yang dapat membantunya menyelesaikan dua persoalan sekaligus. Persoalan domestik dan persoalan pribadinya. Karena perempuan bekerja, tidak menghabiskan seluruh hasil pendapatannya hanya untuk perawatan tubuh, fashion, kecantikan,  membeli barang sesuai passion dan hobby-nya, termasuk mengongkosinya jalan-jalan.

Sebagian atau hampir seluruh pendapatanya juga berkontribusi mengongkosi kebutuhan rumah tangganya seperti halnya laki-laki. Justru kondisi tersebut membuat perempuan menjadi individu yang istimewa. 

Ketika perempuan keluar jauh dari wilayah kodratinya-domestik, maka rumah akan kehilangan ruhnya. Rumah akan kehilangan inti kebahagiannya ketika perempuan tidak lagi terlibat intens.

Bahkan kemunculan persoalan-persoalan rumah tangga, kehidupan sosial keluarga, anak-anak, suami, dirinya sendiri selalu dikaitkan dengan berubahnya kondisi ketika perempuan memilih bekerja di luar rumah. Persoalan itu seperti magnet yang lekat dengan peran perempuan dengan rumah.

Namun hal itu tidak boleh menjadi justifikasi pembenaran bahwa perempuan mutlak tidak bisa meninggalkan rumah. Suami sebagai pasangannya memiliki tanggung jawab yang sama besarnya. Suami harus bisa berperan layaknya sebagai "laki-laki feminis", yang peduli dengan pasangan dan rumahnya.

Apalagi ketika komitmennya telah dibangun sejak awal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun