Dan itu artinya, IRT bukan sebuah pekerjaan, tapi sebuah konsekuensi yang muncul, ketika perempuan menyandang status sebagai istri, sebagai ibu. Bisa jadi itu artinya juga seperti pengangguran.Â
Apakah seorang perempuan yang kemudian memutuskan bersekolah tinggi, memang dicita-citakan hanya berkonsentrasi bekerja di rumah?. Tentu akan menjadi debat panjang, buat apa bersekolah tinggi jika pada akhirnya hanya menjadi IRT. Kini pandangan itu jauh sudah berubah, sebuah konsekuensi yang secara sosial menjadi permisif, bahkan di benarkan dan dianggap jamak.
Apakah perempuan (otomatis) menjadi kehilangan otonominya, hak-haknya sebagai perempuan ketika memutuskan menikah, dan berkeluarga. Ketika perempuan berstatus "istri" beralih menjadi tanggung jawab suaminya, baik dari sudut pandang tradisi patriarki, maupun matrilinial seperti di Sumbar.
Bayangkan standar kerja normal saja 8 jam sehari dimulai dari jam masuk kerja pada pukul 8 pagi dan pulang pada pukul 5 sore. Praktis seluruh waktu tersita di kantor. Lantas siapa yang menjaga "gawang" di rumah?.Â
Sedangkan ibu kita adalah orang yang bangun paling pagi, dan akan tidur paling akhir di malam hari, proporsinya durasi jam kerjanya, tidak diatur mekanisme jam kerja tertentu, nyaris semua waktunya adalah bagian dari pekerjaannya itu sendiri. Ruang aktifitas dan kerjanya pun adalah seluruh rumah; dapur, sumur, kasur. Ibu kita adalah penguasa domestik sejati.
Jika segala sesuatunya dihitung secara kalkulasi material, mulai pekerjaan membersihan rumah, memasak, mencuci, menjaga rumah, berikutnya menjaga dan merawat anak (mengandung, melahirkan, menyusui, merawat hingga bisa mandiri).Â
Termasuk, menemani suami, melakukan pekerjaan sosial dilingkungan sekitar rumah, tentu saja dibutuhkan banyak tenaga dan banyak uang untuk menutupinya. Tapi ibu kita tidak dibayar dengan sebuah standar salary schema.
Banyak perempuan tidak siap dengan fungsi ganda tersebut, meskipun ia sendiri yang memilih konsekuensi itu. Termasuk keengganannya untuk memiliki keturunan, karena menganggu privasinya sebagai perempuan pekerja yang keputusannya dikompromikan dengan pasangannya.
Ini berkorelasi dengan pertimbangan-pertimbangan gender-yang mengarusutamakan kesetaraan derajat antara perempuan dan laki-laki. Sebuah pilihan konsekuensi yang pasti dianggap bertentangan dengan esensi ideal-perempuan sebagai ibu.
Bekerja Artinya Kebebasan?
Ketika perempuan memutuskan untuk ikut bekerja karena tingkat pendidikan, tuntutan zaman, desakan kebutuhan ekonomi yang meningkat, apakah otomatis pekerjaan itu sebenarnya hanya dalam kapasitas membantu suami mencari nafkah?. Tidak.