Inisiatif yang telah digulirkan KPA ini harus disikapi serius dan disambut positif dengan tindak lanjut yang kongkrit. Bahkan dalam forum itu dua rektor perguruan tinggi Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry telah 'menantang' terwujudnya dua fakultas baru yang berkonsentrasi pada bahasa di dua institusi besar tersebut.Â
Keberadaan fakultas baru ini setidaknya akan menjadi jawaban dari berbagai kekuatiran banyak pihak terhadap kemungkinan punahnya bahasa-bahasa lokal di Aceh.
Upaya masif yang harus didorong adalah melakukan berbagai upaya digitalisasi terhadap berbagai peninggalan yang ada. Kegiatan digitalisasi ini merupakan salah satu upaya mengalihmediakan suatu bentuk dokumen kedalam bentuk digital.Â
Dengan cara ini diharapkan bisa melindungi suatu dokumen atau naskah. Salah satu kegiatan digitalisasi adalah pendeskripsian bibliografis bahan perpustakaan.Â
Objek-objek yang dialihmediakan tidak terbatas pada objek tercetak atau dua dimensi. Namun bisa objek audiovisual yang merupakan hasil peliputan dari kebudayaan nusantara atau objek tiga dimensi serta hasil rekaman suara yang asalnya dalam bentuk kaset (Republika; 9/12/2015).
Dalam konteks ke-Acehan yang kemungkinan datanya tersebar harus dilakukan penelusuran jejak (trasure) sebelum dilakukan restorasi terhadap naskah-naskah langka yang ada.Â
Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk secara intensif melihat hal ini sebagai rekomendasi utama untuk penyelamatan naskah-naskah yang ada sebelum rusak atau hilang. Ingatan kita pada tsunami 2004 silam, mengingatkan 'kebutuhan' kita untuk segera menindaklanjuti kerja-kerja menjaga banyak literasi langka yang tersisa.Â
Menurut tuturan Tarmizi A. Karim, kolektor mandiri naskah Aceh, hingga tahun 2015 saja, ada 482 naskah yang menjadi koleksinya, disamping 115 naskah yang hilang akibat tsunami tahun 2004 silam. (islamindonesia.id; 31/08/2015).
Ada asusmsi bahwa keberhasilan penyelamatan bahasa ada dalam ranah komunikasi. Artinya ketika sebuah bahasa lokal hanya dapat dikonsumsi secara litera maka itu bukan dianggap sebuah keberhasilan dari penyelamatan bahasa-bahasa lokal.Â
Namun dalam perkembangannya harus ada proses yang harus ditindaklanjuti, terutama dalam konteks Aceh, ketika budaya lisan lebih kuat dari budaya tulis.Â