Menarik dikembangkan adalah misalnya riset Syahruddin Mansyur, arkeolog dari Kantor Arkeologi Sulawesi Selatan, yakni “Irigasi Ajatappareng : Menelusuri Jejak Sejarah Pertanian di Sulawesi Selatan". Penelitian arkeologi di wilayah Ajatappareng adalah penelitian arkeologi yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang sejarah pertanian di wilayah Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidrap.
Berangkat dari identifikasi toponimi-toponimi tua, penelitian ini kemudian menelusuri indikasi jejak-jejak aktifitas pertanian, seperti mengamati lahan-lahan persawahan lama, observasi terhadap fitur-fitur yang berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar lahan-lahan persawahan lama, termasuk kanal-kanal yang difungsikan sebagai sistem irigasi baik dugaan irigasi kuno maupun irigasi modern.Â
Demikian, isu arkeologi berkaitan dengan sistem pengelolaan air, irigasi, sistem pertanian dan kedaulatan pangan sepertinya menjadi isu-isu aktual yang penting dikembangkan di masa mendatang, dimulai sejak hari ini.Â
Pada Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya berkelanjutan sepertinya semua isu terkait kedaulatan pangan menemukan wadahnya. Hal ini tentu saja kekuatan kolaborasi sangat menentukan, sebagaimana disampaikan oleh Plt Kepala Pusat Riset ALMBB, bahwa kolaborasi riset sangat penting dan menentukan target hasil atau capaian kualitas riset.Â
Mewarisi Tradisi, Merawat Bumi
Yang pasti di dalam Pusat Riset Arkeologi Lingkungan Maritim dan Budaya Berkelanjutan (ALMBB), terbuka peluang kolaborasi riset yang mengangkat 3 (tiga) kategori besar topik riset arkeologi yakni Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan.Â
Dalam hal ini, isu arkeologi lingkungan diantaranya meliputi perubahan lingkungan, Iklim dan mitigasi kebencanaan. Kearifan lingkungan dan kedaulatan pangan. Lingkungan, pemukiman dan tata kota. Relasi manusia dan lingkungan (Antoposentrisme, ecopopulisme, wisdom ecologi, gender) dan sebagainya.Â
Sementara itu, isu terkait arkeologi maritim diantaranya interaksi, peradaban maritim dan pusaka bawah air. Jejak kejayaan jalur rempah. Penguatan geokultur dan geopolitik berbasis budaya berkelanjutan. Pulau terdepan dan terluar dan penguatan basis Keindonesiaan. Posisi geografis maritim Indonesia dalam relasi budaya dan kontak niaga, juga penguatan posisi maritim Indonesia sebagai poros Maritim dunia.Â
Dan terakhir, pada lingkup arkeologi budaya berkelanjutan, diantaranya meliputi dinamika Austronesia dan harmoni lintas agama dan budaya. Kontribusi peradaban Nusantara di kancah global. Keberlanjutan dalam budaya Nusantara. Identitas keindonesiaan masa lampau. Tradisi pangan Nusantara dan sebagainya.Â