Saya memulai perjalanan laut empat hari lalu menuju Kepulauan Sangihe. Memulai lagi perjalanan laut yang setelah beberapa lama ter-jeda. Bahkan terlupa untuk sekian waktu.Â
Cuaca pagi itu sangat bagus. Laut biru, menghampar airnya yang terlihat sangat licin bagai minyak. Tanpa riak ombak.Â
Juga langit biru tanpa menggantung barisan awan. Sesekali barisan awan terlihat di langit, seperti gumpalan kapas yang terbang, pelan-pelan.Â
Waktu yang sangat pas berlayar. Kami tim Balai Arkeologi Sulawesi Utara, melakukan perjalanan ke Sangihe dalam rangka giat sosialisasi hasil penelitian arkeologi di Kepulauan Sangihe, beberapa waktu lalu.Â
Cukup banyak informasi hasil penelitian yang dihasilkan tim Balar Sulut. Meskipun masih banyak pula misteri yang belum terpecahkan.Â
Sangihe adalah salah satu wilayah terluar dari Provinsi Sulawesi Utara, khususnya dan Indonesia umumnya.Â
Wilayah ini dekat dengan wilayah Filipina, juga mengarah ke wilayah lautan lepas Pasifik.
Kabupaten Kepulauan Sangihe terletak di antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao, Filipina, serta berada di bibir Samudera Pasifik.
Wilayah kabupaten ini meliputi 3 klaster, yaitu Klaster Tatoareng, Klaster Sangihe dan Klaster Perbatasan, yang memiliki batas perairan internasional dengan provinsi Davao del Sur, Filipina (Kompas).Â
Dalam posisi geografis demikian, maka wajar jika pada masa lampau, wilayah Sangihe menjadi daerah perlintasan migrasi manusia di masa lampau, juga tentu saja persilangan budayanya, bahkan juga migrasi faunanya.Â
Baca juga :Â Lebbing, Budaya Penanda Identitas Masyarakat Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utar
Namun, soal isu-isu besar kebudayaan dan percampuran di dalamnya masih menjadi teka-teki yang harus dipecahkan.Â
Sekian waktu penelitian arkeologi di sana, mungkin hanya sebagian kecil yang terungkap. Selebihnya masih banyak hal yang harus diteliti.Â
Kami tim riset Balar Sulut, sepertinya masih berburu waktu. Diantara giat melakukan riset disana, di satu sisi banyak hal lain yang harus menjadi perhatian.Â
Terutama soal pemahaman masyarakat terhadap pentingnya mempelajari kebudayaannya sendiri. Juga melestarikannya.Â
Itulah perlunya, Balar Sulut menggelar sosialisasi arkeologi, terkhusus hasil penelitian selama dua tahun belakangan ini.Â
Ketika saya berkesempatan berkunjung ke sana, mendampingi tim Balar Sulut. Saya takjub dibuatnya.Â
Laut dan pantainya, begitu memikat dan menawan. Potensi wisata alam yang tampaknya masih butuh tangan dingin investasi untuk meramaikannya.Â
Namun, Kepulauan Sangihe sepertinya masih butuh perhatian. Khususnya dalam hal akses transportasi.Â
Itu tampaknya, yang membuat Sangihe masih sepi kunjungan wisatawan. Apalagi di masa pandemi Covid 19, selama dua tahun ini.
Jadwal penerbangan pesawat yang tak pasti. Konon, perusahaan maskapai penerbangan masih butuh subsidi pemerintah daerah.Â
Berhitung untung rugi. Dengan jumlah penumpang yang masih terbilang sepi, tanpa subsidi, maskapai bisa merugi.Â
Penerbangan hanya sewaktu-waktu. Kata beberapa orang di obrolan warung kopi. Biasanya kalau ada kunjungan pejabat tertentu, utamanya pejabat pusat, baru ada penerbangan.Â
Selebihnya publik berharap pada jadwal pelayaran kapal cepat dan kapal Pelni, yang berlayar setiap hari.Â
Oh ya, beberapa waktu lalu, Kepulauan Sangihe diramaikan oleh rencana Tambang Emas Sangihe.Â
Saya tidak akan membahas soal ini, selain bukan domain saya, juga tidak banyak mengikuti perkembangan beritanya.Â
Disini, saya hanya menyinggung sedikit hasil obrolan warung kopi. Kata beberapa orang di sana, soal tambang emas masih mendapat penolakan oleh sebagian besar masyarakat.Â
Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 2000.Â
Ibu kota kabupaten ini adalah Tahuna. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 736,98 km² dan memliki penduduk sebanyak 139.262 jiwa (Wikipedia).Â
Kata mereka, beberapa orang di sana yang sempat ngobrol dengan saya, Â dengan wilayah eksploitasi hampir separuh luasan pulau Sangihe, tentu mengancam kelestarian lingkungan, bahkan mungkin juga penduduknya
Demikian, kata beberapa orang di obrolan warung kopi. Saya sudahi bahasan tambang emas yang belum ada kepastian.Â
Saya akan membincangkan saja soal-soal kebudayaan, soal potensi arkeologi dan juga pengembangan pariwisata.Â
Potensi yang memungkinkan di kemudian hari, berkembang dan menjadi salah satu destinasi utama di Provinsi Sulawesi Utara.Â
Potensi wisata baik alam maupun wisata budaya sangat diharapkan. Karena potensi itu selalu terbaharui, takkan habis dimakan waktu.Â
Sepanjang keberadaan manusia dan peradabannya bertahan, maka potensi itu juga akan tetap hidup.Â
Namun, potensi itu butuh menajemen atau pengelolaan yang baik. Menurut pejabat setempat, hingga kini Kabupaten Kepulauan Sangihe, belum memiliki Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA).Â
Itu sebabnya, pemerintah pusat belum menurunkan atau memberi bantuan Dana Alokasi Khusus ( DAK) untuk pengembangan pariwisata.Â
Melihat potensi wisatanya baik wisata alam maupun wisata budaya, Kepulauan Sangihe ke depan memiliki prospek yang baik sebagai destinasi utama wisata di Provinsi Sulut.Â
Karakter wilayah kepulauan sangat mendukung. Baik wisata bahari maupun wisata daratan pulau-pulaunya. Demikian pula potensi sumberdaya budaya, khusus potensi arkeologi pulau-pulaunya.Â
Pengelolaan potensi wisata, sebagai sumberdaya yang terbaharui, perlu mendapat perhatian. Porsi keberpihakan pemerintah baik pemerintah Provinsi terlebih pemerintah pusat perlu ditambah.
Sebagai wilayah Terluar, Kep. Sangihe bisa dilihat sebagai penjaga identitas Keindonesiaan di wilayah terluar Provinsi Sulut.Â
Kedekatannya dengan wilayah negara Filipina, sangat rentan timbulnya pengaruh baik secara kultural, sosial maupun ekonomi.Â
Konon menurut obrolan warung kopi, beberapa tahun sebelumnya, produk Filipina dapat bebas ditemui di Sangihe. Terutama produk minuman keras.Â
Meskipun dipasarkan secara ilegal, tapi masyarakat dengan mudah menjumpainya. Bahkan di Tahuna, ibukota Kabupaten Kep. Sangihe, sangat familiar di telinga masyarakat " Toko Filipina".Â
Saya sendiri belum sempat melihat langsung ke toko itu. Namun dari namanya, mungkin identik dengan produk yang dijualnya. Mungkin banyak produk barang asal negara Filipina.Â
Pada intinya, sebagai wilayah terluar, dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, Kep. Sangihe perlu mendapat perhatian pemerintah dalam porsi pembangunan.Â
Kebutuhan infrastruktur perlu ditingkatkan. Di samping itu juga suprastrukturnya, yaitu sumberdaya manusianya ( SDM).Â
Kualitas SDM perlu juga mendapat perhatian. Serius dan terfokus. Hal ini mengingat kemampuan SDM disana tampaknya belum menunjukkan daya saing yang optimal.
Mungkin ini hanya pandangan sekilas saja. Namun, melihat geliat pembangunan dengan potensi yang dimilikinya, sepertinya belum berimbang.Â
Diperlukan kebijakan pembangunan oleh pemerintah yang lebih berpihak. Daerah terluar seperti Kep. Sangihe sangat memerlukan sentuhan pembangunan yang lebih serius dan menyeluruh.Â
Good will dan political will dari pemerintah sangat dinantikan. Kebijakan anggaran pembangunan untuk meningkatkan daya saing industri dan ekonomi secara menyeluruh pasti sangat ditunggu, oleh semua lapisan masyarakat disana.
Kita lupakan dulu potensi tambang emasnya, yang belum tentu memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Atau justru mengancam lingkungan dan penduduknya.
Hal yang utama dan terpenting adalah membangun potensi yang sudah jelas terlihat di depan mata.Â
Sumberdaya alam yang memiliki prospek dikelola untuk hajat hidup seluruh lapisan masyarakat, terbaharui, takkan habis dan dapat terus dilestarikan dan dihidupkan sepanjang peradaban.Â
Potensi itu adalah wisata alam dan wisata budayanya. Sambil terus meningkatkan kualitas SDM pengelolanya.
Juga yang penting dan terutama adalah kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan.Â
Kepulauan Sangihe tampaknya sedang bergeliat dan bersemangat membangun dirinya dari sektor potensi wisata alam dan wisata budaya.Â
Oleh karena itu perlu dukungan semua pihak, juga porsi perhatian yang lebih dari pemerintah pusat.Â
DEngan geliat pembangunan infrastruktur dan supra strukturnya dalam rangka mendukung pengembangan wisata alam dan wisata budaya, maka Kep Sangihe dapat meningkatkan daya saingnya.
Demikian.
Salam Wisata...Salam Lingkungan...Salam Budaya...Salam Lestari.
 ***
Salam hormat.Â
Mas Han. Manado, 11 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H