Wilayah kabupaten ini meliputi 3 klaster, yaitu Klaster Tatoareng, Klaster Sangihe dan Klaster Perbatasan, yang memiliki batas perairan internasional dengan provinsi Davao del Sur, Filipina (Kompas).Â
Dalam posisi geografis demikian, maka wajar jika pada masa lampau, wilayah Sangihe menjadi daerah perlintasan migrasi manusia di masa lampau, juga tentu saja persilangan budayanya, bahkan juga migrasi faunanya.Â
Baca juga :Â Lebbing, Budaya Penanda Identitas Masyarakat Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utar
Namun, soal isu-isu besar kebudayaan dan percampuran di dalamnya masih menjadi teka-teki yang harus dipecahkan.Â
Sekian waktu penelitian arkeologi di sana, mungkin hanya sebagian kecil yang terungkap. Selebihnya masih banyak hal yang harus diteliti.Â
Kami tim riset Balar Sulut, sepertinya masih berburu waktu. Diantara giat melakukan riset disana, di satu sisi banyak hal lain yang harus menjadi perhatian.Â
Terutama soal pemahaman masyarakat terhadap pentingnya mempelajari kebudayaannya sendiri. Juga melestarikannya.Â
Itulah perlunya, Balar Sulut menggelar sosialisasi arkeologi, terkhusus hasil penelitian selama dua tahun belakangan ini.Â
Ketika saya berkesempatan berkunjung ke sana, mendampingi tim Balar Sulut. Saya takjub dibuatnya.Â
Laut dan pantainya, begitu memikat dan menawan. Potensi wisata alam yang tampaknya masih butuh tangan dingin investasi untuk meramaikannya.Â