Kita adalah dua insan yang saling meragu. Mungkin itu pula kau tak pernah berani berjanji.Â
Dan aku tak pernah mampu membangun tempat nyaman yang berdinding dan menganyam dedaunan dan jerami, untuk atap yang membuat kita teduh. Damai.
Kita seperti dua merpati yang saling mencari tempat damai dan nyaman. Namun dalam perseteruan waktu yang tak pernah menyatu. Tak menentu.
Kita tak pernah berjanji dan saling meragu. Saling menitipkan tanda tanda di kalimat-kalimat yang tak pernah usai.Â
Namun tiba-tiba aku seperti menghimpun paragraf penutup. Tanpamu, adalah kepastian. Dan kalimat tanya justru aku kembalikan padamu. Bisakah kau menepi dan membiarkanku sendiri?Â
Aku ingin membuat dinding bagi sangkar untuk tubuh dan jiwaku sendiri. Tak perlu merpati yang lain. Yang bisa menawarkan janji dan juga kepastian. Tak perlu.
Aku akan menganyam sendiri dedaunan dan jerami untuk sangkar yang beratap dan berdinding. Sejuk dan damai di dalamnya.Â
Lalu memandang pendar cahaya di balik jendela. Melihatnya di tepi cakrawala, yang mengantar kepak sayap merpati, datang kembali. Di pagi yang lain ataupun senja berikutnya.Â
***
Salam hangat...
Mas Han, Tamako, Kep Sangihe, 11 November 2021