Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Memasak Tanpa Minyak, Gaya Hidup Ramah Lingkungan

8 November 2021   19:46 Diperbarui: 10 November 2021   17:25 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makanan yang dimasak tanpa minyak. | Sumber: Freepik.com via Kompas.com

Apa hubungannya memasak tanpa minyak dengan gaya hidup ramah lingkungan?

Pembaca tahu, berapa luasan hutan heterogen Indonesia yang beralih fungsi sebagai lahan perkebunan kelapa sawit? 

Bagaimana dampak lingkungan yang ditimbulkan dengan adanya alih fungsi lahan hutan tersebut? Saya yakin pembaca sudah paham ke mana arah artikel sederhana saya. 

Tidak lain dan tidak bukan, saya ingin sedikit membincangkan soal kebutuhan konsumsi minyak kelapa yang berkaitan erat dengan pengolahan tanaman kelapa sawit dan alih fungsi hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit. 

Perbincangan soal ini sebenarnya sangat rumit, karena ini berhubungan pula dengan kepentingan korporasi, kepentingan bisnis, pemodal. Dan tak bisa dilepaskan dalam soal ini adalah kepentingan negara atau pemerintah. 

Lebih rumit lagi karena kepentingan-kepentingan tersebut berhadapan dengan kepentingan pihak lain. Kepentingan komunitas dan ekosistem lingkungan dan masyarakat sekitar yang memungkinkan terdampak. 

Ilustrasi Memasak Tanpa Minyak, Gaya Hidup Ramah Lingkungan. Sumber : diadona. id
Ilustrasi Memasak Tanpa Minyak, Gaya Hidup Ramah Lingkungan. Sumber : diadona. id

Soal kelapa sawit, ini sebenarnya perbincangan panjang dan klasik, terutama jika berhadapan terhadap kepentingan hajat hidup orang banyak dan pelestarian lingkungan. 

Sebentar, dalam artikel saya ini, saya tidak akan mengulas berbagai bentuk kepentingan-kepentingan di dalamnya, juga soal resistensi dan konflik-konflik yang terkait di dalamnya. 

Meskipun, persinggungan soal itu tak mungkin diabaikan begitu saja. Atau tak mungkin benar-benar dapat saya hindari dalam perbincangan dalam artikel ini. 

Sebentar, sebentar. Saya jeda dulu soal ini. Sekali lagi, saya tidak akan mengulas hal-hal yang serius. 

Soal regulasi tata kelola, izin pembukaan hutan, moratorium kelapa sawit, dan sebagainya. Tidak. Pembaca bisa menemukan informasi itu di tempat lain.

Perkebunan Sawit. Sumber : Money Kompas
Perkebunan Sawit. Sumber : Money Kompas

Jika pembaca ingin mengetahui lebih jauh soal yang serius antara kepentingan korporasi, pelestarian lingkungan dan juga kepentingan masyarakat terdampak, silakan berselancar saja ke dunia maya. Atau berdiskusi lah dengan Mbah Google. 

Saya yakin, urusan hutan, perkebunan kelapa sawit, pelestarian lingkungan, hak Ulayat masyarakat dan komponen-komponen lain yang bersinggungan, sudah banyak informasi yang tersedia, juga kasus-kasus resistensi yang terjadi antar para pihak. 

Sekali lagi, dalam artikel ini, saya hanya akan membahas hal-hal yang sederhana, seputar hubungannya antara memasak tanpa minyak dengan gaya hidup ramah lingkungan. Baik kita bisa memulai dari sini. 

Berapa banyak kebutuhan minyak kelapa untuk mengolah masakan yang kita konsumsi sehari-hari? 

Kebutuhan per liternya untuk setiap keluarga, erte,erwe, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara, antar negara, dan seterusnya. 

Barangkali kita tidak akan memperoleh angka yang pasti, saking banyaknya kebutuhan konsumsi minyak kelapa itu. Per hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya. Kita bisa bayangkan, banyak sekali bukan? 

Sebanyak itu pulalah kebutuhan produksi minyak kelapa harus disediakan. Oleh produsen, perusahaan ataupun negara penghasil minyak kelapa (sawit). 

Lalu, bagaimana cara produsen baik negara (baca: pemerintah) ataupun korporasi (baca: perusahaan) menyediakan bagi publik untuk konsumsi minyak kelapa? 

Sudah pasti, akan mengembangkan budidaya tumbuhan penghasil minyak kelapa, dalam hal ini utamanya adalah kelapa sawit. 

Dalam hal berlaku hukum supply dan demand. Penyediaan dan permintaan. Semakin banyak permintaan kebutuhan pasar, maka semakin besar pula penyediaan minyak kelapa atau minyak goreng untuk memenuhinya. 

Sudah pasti, negara ataupun perusahaan produsen minyak kelapa akan berusaha memenuhinya dengan meningkatkan produksi minyak kelapa. Bahan baku dari kelapa sawit, akan dikelola dan dibudidayakan. 

Caranya, tentu dengan membuka perkebunan kelapa sawit seluas-luasnya, untuk memenuhi jumlah bahan baku atau bahan mentah kelapa sawit untuk diolah menjadi minyak goreng. 

Ilustrasi Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Sumber : Kompas
Ilustrasi Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Sumber : Kompas

Semakin luas perkebunan kelapa sawit yang dikelola, maka semakin luas pula, luasan lahan hutan yang harus dibuka atau dialihfungsikan untuk perkebunan kelapa sawit. 

Untuk kebutuhan alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, negara membutuhkan pembukaan hutan hingga berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus hektar. 

Dalam skala yang besar pengalihfungsian hutan untuk perkebunan kelapa sawit itu, sudah pasti menimbulkan dampak lingkungan. Sebaik atau seoptimal apapun cara mengelolanya untuk perkebunan kelapa sawit.  

Luasan Perkebunan kelapa sa sawit menurut Provinsi di Indonesia. Sumber : Kementerian Pertaniah (www.pertanian.go.id)
Luasan Perkebunan kelapa sa sawit menurut Provinsi di Indonesia. Sumber : Kementerian Pertaniah (www.pertanian.go.id)

Baik, kembali soal pembukaan lahan perkebunan sawit. Dalam prosesnya, negara akan menyediakan lahan perkebunan sawit. Selanjutnya produsen pengelola bahan baku atau bahan mentah kelapa sawit akan mengelola lahan itu untuk perkebunan kelapa sawit. Misalnya melalui PT Perkebunan Negara (PTPN). 

Sudah jamak terjadi, membuka perkebunan kelapa sawit dengan membabat atau membuka hutan. Mengalihfungsikan hutan heterogen menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. 

Baiklah, saya sudahi pembahasan soal proses alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. 

Saya kembali ke awal soal ulasan tentang hubungan memasak tanpa minyak dengan gaya hidup ramah lingkungan. 

Eh, tunggu dulu tanpa saya ulaspun, saya yakin pembaca sudah bisa menyimpulkan apa hubungan memasak tanpa minyak dengan gaya hidup ramah lingkungan. 

Saya hanya mengulangi saja apa yang pembaca pikirkan. Kita mulai.  Memasak tanpa minyak, tentu akan menekan laju atau tingkat kebutuhan konsumsi terhadap suplai minyak goreng. 

Kebutuhan terhadap minyak goreng yang bisa ditekan, sudah tentu juga akan mengurangi produksi minyak goreng, yang selanjutnya juga akan mengurangi atau menekan kebutuhan bahan mentah. 

Kebutuhan bahan mentah minyak goreng yang dapat ditekan, maka dapat menekan laju kebutuhan pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit. 

Atau kalaupun tidak membutuhkan lahan baru, maka setidaknya dapat mengurangi tingkat kejenuhan tanah untuk menghasilkan kesuburan pohon di perkebunan kelapa sawit.  

Bayangkan, jika seluruh dunia, seluruh mahluk bernama manusia dalam waktu sehari atau seminggu saja, memasak tanpa minyak. 

Dampaknya pasti sangat besar untuk menekan laju kebutuhan minyak goreng. Hal ini juga akan berdampak pada tekanan terhadap degradasi lingkungan. 

Selain bahkan dapat mendorong moratorium pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. 

Otomatis pula dapat menekan laju degradasi lingkungan. Secara tidak langsung, memasak tanpa minyak, secara masif adalah gerakan advokasi terhadap lingkungan. 

Gerakan memasak tanpa minyak, adalah sebuah gerakan terhadap upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan. 

Memasak tanpa minyak bukan hanya gaya hidup ramah lingkungan. Lebih luas dari soal itu, adalah sebagai gerakan penyelamatan lingkungan. 

Dapat menjadi gerakan masif,  yang menekan laju kerusakan lingkungan akibat semakin masifnya alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. 

Memasak tanpa minyak adalah gaya hidup ramah lingkungan, sekaligus gerakan yang dapat menjamin keberlangsungan daya dukung lingkungan yang lebih lestari.

Demikian. 

Salam lingkungan....salam lestari.

***

Salam Hormat 

Mas Han. Manado, 8 November 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun